Bisnis.com, JAKARTA—Badan Perencanaan Pembangunan Nasioal (Bappenas) mengusulkan skema pembentukan bank tanah di Kementerian Agraria dan Tata Ruang guna mengatasi persoalan jaminan ketersediaan tanah untuk pembangunan infrastruktur.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy S Priatna mengatakan pembentukan bank tanah saat ini realistis untuk dilaksanakan mengingat adanya Kementerian Agraria dan Tata Ruang yang dibentuk Presiden Joko Widodo pada 27 Oktober 2014 yang lalu.
“Klo zaman dulu kan, semua orang keberatan kalau bank tanah itu ada di Badan Pertanahan Nasional [BPN] mengingat kewenangannya terlalu kecil. Cuma kan sekarang sudah menjadi kementerian agraria. Jadi saya kira sudah cocok apabila disimpan disitu,” ungkapnya, Jumat (21/11).
Dedy menjelaskan bahwa pembentukan bank tanah tersebut bukan sekadar diperuntukkan untuk membeli tanah saja. Tetapi, bagaimana pemerintah mampu menguasai tanah. Artinya, ketika ada infrastruktur yang ingin dibangun, maka seketika itu tanah yang ada bisa digunakan.
Meski demikian, aturan pembelian tanah juga harus dilakukan sesuai prosedur yang tertuang di UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah, dimana pembebasan lahan harus terlebihdahulu mencapai kesepakatan dengan masyarakat lokal.
“Meski begitu, saya belum tahu rencana presiden untuk menempatkan dimana bank tanah itu. Yang pasti, pembentukan bank tanah ini akan direalisasikan mengingat merupakan salah satu programnya dari Presiden Joko Widod,” katanya.
Selain itu, Dedy juga mengusulkan agar alokasi anggaran untuk pembelian tanah dilakukan dipusatkan dalam satu instansi pemerintah. Menurutnya, alokasi anggaran pembelian tanah saat ini tidak efektif karena tersebar di seluruh kementerian lembaga.
Hal itu dikarenakan alokasi anggaran pembelian tanah di seluruh kementerian lembaga seringkali tidak mendapatkan restu dari DPR. Bahkan, dari kementerian lembaga itu sendiri pun seringkali menggunakan anggaran pembelian tanah untuk keperluan lain.
“Saya kira alokasinya itu terpusat. Mungkin saja di Kemenkeu, kan alokasi pembebasan tanah untuk jalan tol seluruhnya di Kemenkeu. Saya kira ini cukup bagus, dan tidak mengganggu program di kementerian lembaga masing-masing,” tuturnya.
Menurutnya, isu bank tanah ini memang sangat diperlukan, sehingga perlu ada pembahasan khusus dalam sidang kabinet. Dia mengaku sudah menyinggung isu ini kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang.
Sementara itu, Menteri Perekonomian Sofyan Djalil mengakui isu pembebasan lahan menjadi concern Presiden Joko Widodo. Apalagi, pemerintah berencana menggenjot investasi dan pembangunan infrastruktur dasar.
“Tahun depan kan UU pengadaan tanah sudah jalan. Nah ini akan kita coba. Tetapi, pemerintah juga harus tegas, kalau misalnya mayoritas sudah mau, jalan saja. Enggak boleh dong karena satu atau dua orang menghambat kepentingan orang banyak,” tuturnya.
Sofyan menilai isu pembebasan tanah harus segera diselesaikan, karena kalau tidak persoalan ini akan terus terjadi pada masa-masa mendatang. Oleh karena itu, pemerintah siap memberikan kompensasi atau biaya ganti rugi yang adil bagi masyarakat setempat.
Meski demikian, Sofyan juga mengakui persoalan pembebasan tidak hanya sekadar masalah ganti rugi. Menurutnya, banyak warga setempat yang memang tidak ingin menjual tanahnya. Oleh karena itu, perlu ada terobosan dari pemerintah dalam melakukan pendekatan.
“Presiden itu komitmen akan isu ini. Negara harus benar-benar mempunyai otoritas diatas siapapun. Kalau kita seperti ini terus, maka negeri ini enggak akan kemana-mana. Enggak maju-maju. Padahal, negeri ini punya potensi menjadi negara besar,” tegasnya.