Bisnis.com, JAKARTA - Proyek bioremediasi menjadi sebuah ironi. Proyek tersebut dilakukan oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Di saat karyawan dan kontraktor CPI divonis bersalah oleh pengadilan dan masuk penjara karena proyek bioremediasi dituduh memulihkan tanah bersih, tapi CPI justru dilaporkan ke Kepolisian RI oleh masyarakat karena tanah mereka yang terkontaminasi minyak belum juga dibioremediasi.
Oktober lalu, lembaga swadaya masyarakat (LSM) Pembawa Suara Pemberantas Korupsi-Kolusi-Kriminal Ekonomi Republik Indonesia (Lembaga IPSPK3-RI), melaporkan CPI ke Mabes Polri dan Kepolisian Daerah (Polda) Riau, terkait adanya tanah warga di sekitar wilayah operasi migas CPI yang terpapar minyak.
“Betul. Saya laporkan ke Mabes Polri dan Polda Riau. Rabu, 1 Oktober 2014, tepatnya pukul 14.00 WIB. Saya dimintai keterangan oleh pihak Polda Riau,” ujar Ketua Umum Lembaga IPSPK3-RI, Ganda Mora.
Menurut Ganda, dilaporkannya perusahaan asing milik AS tersebut terkait keluhan warga masyarakat Minas, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Riau. “Warga Minas melaporkan CPI yaitu Muara, Hendra dan Rekman, Asmida dan Herlina,” ucap Ganda.
Laporan ke Mabes Polri dengan No 22/Lap-IPSPK3-RI/VI/2014 telah diterima pada 2 Agustus 2014. Laporan ke Polda Riau dengan No 61 Lap-IPSPK3-RI/IX/2014 diterima pada 23 September 2014.
Warga Minas merasa janji CPI untuk melakukan bioremediasi pada lahan mereka tidak kunjung dilaksanakan. Garda mengatakan, pihak PT CPI berulang kali survei ke lapangan soal adanya laporan warga tersebut. “Terkait pembuangan, pihak CPI mengakui dan tuntutan warga pun dijanjikannya. Warga meminta pihak CPI membersihkan dan memberi kompensasi atas pembuangan limbah,” tuturnya.
Disinilah ironinya. Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanti, Widodo, Alexia, Bachtiar Abdul Fatah serta dua kontraktor CPI, Ricksy Prematuri dan Herland bin Ompo justru dituduh korupsi serta dipenjara dan didenda ratusan juta dan dituntut ganti rugi milyaran rupiah karena dianggap proyek bioremediasi hanya mengolah tanah bersih.
Padahal sepanjang kasus proyek bioremediasi bergulir, CPI dan pengacara para karyawannya telah menjelaskan bahwa proyek bioremediasi dilakukan dalam rangka memulihkan tanah yang terkontaminasi minyak dari operasi migas CPI di masa lalu. Tanah yang dibersihkan berasal dari survei tim CPI dan juga berdasarkan laporan masyarakat yang menemukan adanya tanah yang terpapar minyak.
Lebih ironis lagi bahwa saat ini Kepala Balai Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau telah memberi ultimatum kepada CPI untuk segera menuntaskan bioremediasi sampai 2015. Artinya proyek bioremediasi ini memang nyata dan telah diketahui oleh lembaga pemerintah berwenang untuk memulihkan tanah yang terpapar minyak.
Yulwiriati Moesa, Kepala BLH menyatakan, "Kami sudah berikan ultimatum kepada CPI untuk segera menindaklanjuti kebijakan dari Kementerian Lingkungan Hidup. Bahwa CPI harus menyelesaikan bioremediasi, paling lambat tahun 2015.”
Sebagai industri migas yang beroperasi di Riau, CPI memang diwajibkan untuk menjaga dan melindungi lingkungan. Proyek bioremediasi adalah salah satu program yang harus dijalankan CPI untuk memastikan lingkungan terjaga sebagaimana amanat Undang-Undang Lingkungan dan kontrak production sharing contract (PSC).
Sebagai informasi, bioremediasi itu memanfaatkan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang mengancam lingkungan setempat. Selanjutnya, enzim yang diproduksi mikroorganisme itu, mengurai atau menghancurkan polutan beracun itu. Sehingga terjadilah perubahan struktur kimia atau biotransformasi.
Menurut Yulwiarti, ultimatum yang ditujukan kepada CPI itu sudah dikoordinasikan dengan KLH. Diharapkan, CPI yang merupakan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) asal Amerika Serikat itu, bisa segera menjalankannya. “Sudah kita koordinasikan dengan kementerian. Ini semuanya demi menjaga lingkungan, agar tidak membahayakan warga sekitar,” paparnya.
Memang banyak kejanggalan di kasus ini. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor terungkap bahwa keterangan soal proyek CPI hanya membersihkan tanah bersih hanya berasal dari satu orang ahli bernama Edison Effendi. Yang bersangkutan juga orang yang diduga melaporkan kasus ini dan pernah kalah tender di proyek bioremediasi CPI. Dalam sidang keterangan Edison Effendi dibantah oleh ahli-ahli lain bahkan ditolak oleh hakim yang mengajukan dissenting opinion.
Dengan kenyataan adanya perintah BLH Riau untuk meneruskan proyek bioremediasi ini hingga tuntas dan laporan polisi oleh masyarakat Minas soal tanah mereka yang terpapar minyak dan ingin segera dibersihkan, hal ini mengundang pertanyaan atas keterangan Edison Effendi soal tanah bersih di proyek bioremediasi CPI.