Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Batasan Muka Air Gambut Seharusnya Jangan Dikunci

Peneliti gambut tropis Universitas Riau Wawan mengemukakan batasan muka air tanah pad alahan gambut yang ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Gambut Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut terlalu kaku.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, PEKANBARU--Seorang peneliti gambut tropis Universitas Riau mengemukakan batasan permukaan air gambut seharusnya jangan dikunci, melainkan bisa diatur dalam kisaran tertentu sehingga bisa mengakomodir berbagai jenis tanaman yang bisa diproduksi.

Peneliti gambut tropis Universitas Riau Wawan mengemukakan batasan muka air tanah pad alahan gambut yang ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Gambut Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut terlalu kaku.

"Saya kira, bagus saran dari HGI (Himpunan Gambut Indonesia) yang menyebutkan agar batasan muka air tanah bisa lebih fleksibel. Pemerintah seharusnya jangan mengatur terlalu detil mengatur tentang gambut, karena ada kepentingan-kepentingan yang harus diakomodir," ujar Wawan seperti dikutip Antara (15/11).

Dia mengatakan jika diatur terlalu detil seperti ketentuan muka air gambut yang ditetapkan minimal harus 0,4 meter atau 40 centimeter seperti tertuang dalam PP Gambut yang baru, lanjut dia, maka dikhawatirkan akan mengorbankan kepentingan yang lain seperti para petani dan pelaku usaha di lahan gambut.

"Kalau produktivitas tanaman jadi tinggi, berarti serapan karbon juga besar. Bila serapan karbon besar dan emisinya besar, tidak jadi masalah. Yang dilarang itu bila terjadi dekomposisi yakni gambut hilang, sementara emisi besar. Itu betul-betul dilarang," katanya.

Wawan yang menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Gambut Tropis Universitas Riau mencontohkan, seperti hutan tanaman industri jenis akasia yang diambil untuk produksi ke pabrik pulp dan kertas sekitar 60%, sedangkan sisanya 40% tinggal di lokasi tanaman.

Seperti diketahui dari luas penyebaran, Indonesia memiliki sekitar 15 juta hektare lahan gambut. Dari luasan tersebut, sekitar 3,86 hektare berada di Riau atau sekitar 60 persen dari luas gambut berada di Pulau Sumatera.

"Walau terjadi dekomposisi gambut, jika diimbangi pengembalian 40 persen, itu kan bisa dikompensasi. Jadi tidak ada masalah sebetulnya. Memang data-data ini harus terus dikaji untuk meyakinkan orang bahwa kita mengelola gambut dengan 'water management' yang baik," katanya.

HGI sebelumnya memiliki pendapat, dalam pelaksanaan PP No.71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut bisa saling berbeda di lapangan sesuai dengan peruntukannya yakni budi daya di lahan gambut.

"Dalam pelaksanaan atau keputusan menterinya yang bisa dibuat menteri pertanian, menteri kehutanan atau menteri yang lain berbeda. Sehingga ini yang ingin kita sampaikan karena peluang dalam pelaksanaan PP Gambut itu tidak sama," ujar Ketua HGI, Supiandi Sabiham.

Menurut dia, PP Gambut yang telah dikeluarkan pemerintah tidak perlu diusik dengan catatan dalam petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis bisa dikembangkan, termasuk soal batas paling rendah muka air gambut yang telah dikunci 0,40 meter.

"Aturan mengenai angka di gambut itu, tidak bisa dikunci. Saya sarankan dalam beberapa diskusi bukan pada satu poin, tetapi dalam bentuk kisaran. Karena itu saya meminta ada aturan penjelasan bahwa angka itu tidak harus satu angka, tapi dalam bentuk 'range'," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper