Bisnis.com, JAKARTA – Defisit transaksi berjalan kuartal III/2014 menyempit menjadi US$6,8 miliar atau 3,1% terhadap produk domestik bruto.
Dibandingkan dengan performa kuartal III/2013, transaksi berjalan memang membaik. Pada periode sama tahun lalu, defisit mencapai US$8,6 miliar atau 3,89% terhadap PDB.
Bank Indonesia mencatat perbaikan transaksi berjalan terutama didukung oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas sejalan dengan penurunan impor akibat kebijakan stabilisasi ekonomi sekitar setahun terakhir.
Surplus pun ditopang oleh ekspor manufaktur seiring pemulihan ekonomi Amerika Serikat dan pengapalan mineral setelah izin ekspor keluar. Surplus nonmigas kuartal III/2014 tercatat US$4,3 miliar, lebih baik dibandingkan dengan realisasi periode sama tahun lalu US$2,1 miliar.
Namun, impor minyak masih menekan kinerja transaksi berjalan. BI mencatat defisit neraca migas justru melebar dari US$2,6 miliar menjadi US$3,1 miliar meskipun medio tahun lalu pemerintah menaikkan harga BBM subsidi yang diharapkan dapat signifikan mengurangi impor.
“Transaksi berjalan kuartal III/2014 semestinya bisa lebih baik lagi seandainya defisit migas bisa turun,” kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (13/11).
Di sisi transaksi jasa, BI menyampaikan ada perbaikan dari kuartal III/2013 yang defisit US$2,8 miliar. Namun menurutnya, penyempitan itu lebih karena penurunan aktivitas impor nonmigas, bukan akibat perbaikan ekspor jasa, seperti jasa pengapalan (freight) dan asuransi.
“Dari sisi itu, yang kami tunggu adalah beberapa kebijakan di kemaritiman karena biaya freight itu akan bergantung pada dua hal, yaitu volume impor dan daya armada nasional,” tuturnya.
Melihat kinerja transaksi berjalan selama Januari-September, bank sentral memperkirakan defisit transaksi berjalan tahun ini akan di bawah US$26 miliar atau di bawah 3% terhadap PDB, versus tahun lalu yang mencapai US$29,1 miliar atau 3,3% terhadap PDB.