Bisnis.com, JAKARTA—Ditjen Bea dan Cukai memperkirakan target penerimaan bea dan cukai tahun ini akan tercapai 98,77% atau dengan shortfall—selisih antara target dan realisasi penerimaan—sebesar Rp2,1 triliun.
Pasalnya, realisasi penerimaan bea dan cukai periode Januari-September 2014 hanya tercapai Rp119,48 triliun, atau 69% dari target APBN-Perubahan 2014 sebesar Rp173,73 triliun. Meski demikian, capaian tersebut tercatat tumbuh 5% dari periode yang sama tahun lalu.
Direktur Penerimaan, Peraturan Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai Susiwijono Moegiarso mengatakan melambatnya pertumbuhan ekonomi global sepanjang tahun berjalan ini, menggerus penerimaan bea masuk dan bea keluar.
“Jika saya hitung, penerimaan bea masuk akan mengalami shortfall hingga Rp1,6 triliun. Sementara, penerimaan bea keluar lebih besar lagi, yakni shortfall hingga Rp6,4 triliun. Untung, kita terbantu dari penerimaan cukai surplus hingga Rp6,2 triliun,” katanya ketika dihubungi.
Susiwijono mengaku target penerimaan bea dan cukai selama ini selalu tercapai. Hanya saja, untuk tahun ini, tantangan yang dihadapi Ditjen Bea dan Cukai cukup banyak, antara lain seperti tarif bea keluar minyak kelapa sawit (crude oil palms/CPO) sebesar 0% pada Oktober.
Dengan demikian, sambungnya, penerimaan bea keluar dalam periode Oktober-Desember akan sangat kecil karena hanya mengandalkan ekspor mineral. Adapun, penerimaan bea keluar tahun ini diprediksi mencapai Rp13,91 triliun atau 67,5% dari target.
“Tapi kami masih melakukan ekstra effort, misalnya dengan cara meningkatkan akurasi penelitian jumlah/jenis barang ekspor, pengawasan modus antar pulau, pengawasan modus ‘switching’ jenis barang dan audit terhadap eksportir komoditi terkena bea keluar,” jelasnya.
Di sisi lain, Ditjen Bea dan Cukai optimistis memprediksi penerimaan cukai tahun ini mencapai Rp123,61 triliun atau 105,25% dari target. Susiwijono optimistis prediksi tersebut tercapai, meski tidak ada kenaikan tarif cukai hasil tembakau tahun ini.
Pasalnya, akan ada tambahan penerimaan Rp5 triliun dari peningkatan pemesanan pita cukai CK-1 kredit pada akhir Oktober 2014 dan percepatan pelunasan penundaan pembayaran pita cukai dari Minggu I Januari 2015 menjadi Minggu IV Desember 2014.
Berdasarkan catatan Bisnis, pemerintah menilai sulitnya mencapai target penerimaan perpajakan diakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi, baik dari domestik maupun global. Hal ini juga dirasakan Ditjen Pajak dalam menggenjot penerimaan pajak.
Seperti diketahui, Ditjen Pajak memperkirakan realisasi penerimaan tahun ini tercapai Rp913 triliun atau 92% dari target. Dengan kata lain, shortfall pajak sebesar Rp76 triliun. Adapun, angka perkiraan tersebut terungkap dalam persentasi otoritas fiskal kepada Badan Anggaran DPR.
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Internasional Indonesia Tbk. Juniman mengatakan idealnya realisasi penerimaan perpajakan sudah semestinya mencapai target. Hal itu untuk menghindari adanya tambahan utang atau pemangkasan belanja pemerintah.
Senada, ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia Lana Sulistianingsih mengatakan menurunnya kinerja penerimaan perpajakan perlu diwaspadai karena akan berdampak negatif juga terhadap pertumbuhan ekonomi ke depannya.