Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENERBANGAN CARTER Tumbuh 5%, Butuh Sokongan Pemerintah

Indonesia National Air Carriers Association atau Inaca menyatakan pertumbuhan industri maskapai penerbangan tak berjadwal atau carter di Indonesia masih tinggi meski baru mencapai persentase 5%.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA- Indonesia National Air Carriers Association (Inaca) menyatakan pertumbuhan industri maskapai penerbangan tak berjadwal (carter) di Indonesia masih tinggi meski baru mencapai 5%.

Denon Prawiraatmadja, Ketua Bidang Penerbangan Tidak Berjadwal Inaca, mengatakan banyak obyek wisata, daerah eksplorasi gas dan minyak bumi, serta areal perkebunan berskala besar yang tidak dapat dijangkau penerbangan reguler.

Oleh karena itu, celah penerbangan carter di Tanah Air masih cukup besar dan harus dimaksimalkan karena bisa saja pasarnya direbut oleh pihak asing.

Berdasarkan data Inaca, sejak Januari 2014 hingga September 2014 industri penerbangan carter di Indonesia berhasil meraup penjualan US$530 juta.

“Saat ini penerbangan carter di Indonesia masih didominasi oleh penerbangan perusahaan migas, VIP, ambulance dan penerbangan khusus wisatawan luar negeri,” jelasnya dalam pembukaan Pertemuan Bisnis Penerbangan Carter, Rabu (15/10/2014).

Melihat peluang itu, Denon meminta pemerintah bisa memberi perhatian serius agar industri ini dapat berkembang dan bersaing dengan industri serupa di negara lain, di antaranya dengan menerbitkan regulasi yang tepat sehingga biaya sewa penerbangan carter lebih murah dibanding dengan negara lain.

Saat ini biaya carter pesawat di Indonesia mencapai US$2.800 atau sekitar Rp28 juta perjam. Harga tersebut jauh lebih mahal dibandingkan biaya sewa di negara lain di kawasan Asia Tenggara yakni rata-rata sebesar US$1.100 atau Rp11 juta per jam.

Dipasritas harga itu karena biaya operasional sewa pesawat Indonesia yang tinggi, seperti biaya suku cadang untuk perawatan yang masih mengandalkan pabrikan luar negeri. “Selain perbedaan mata uang, kita terpengaruh karena sparepart kita masih datangkan dari luar.”

Selain itu Inaca meminta pemerintah melakukan serangkaian upaya agar harga baghan bakar avtur bisa ditekan sehingga operator penerbangan bisa menurunkan biaya sewa pesawat.

Harga avtur di Indonesia saat ini lebih mahal 12%-13% dari rata-rata harga internasional sementara di negara lain di kawasan Asean seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand,harga avtur hanya 5%-7% di atas harga internasional. “Agar bersaing, kami berharap agar ada penurunan sekitar 5%-10% dari harga saat ini,” ujarnya.

Ed Smith, General Aviation Manufacturers Association mengatakan pertumbuhan industri penerbangan di Indonesia yang tinggi selama beberapa tahun ini perlu didukung dengan regulasi yang sesuai, berfokus pada keamanan penerbangan serta menghilangkan berbagai hambatan fiskal.

“Selain itu perlu juga melakukan peningkatan berbagai infrastruktur penerbangan sipil di Indonesia seperti bandara serta bahan bakar,” ujarnya.

Wakil Presiden Pertamina Aviation Wisnuntoro mengatakan harga avtur di Indonesia lebih mahal dibandingkan negara lain karena biaya pengiriman avtur ke berbagai bandara membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.

“Kalau di Singapura kan cuma pulau kecil. Dari lokasi penyimpanan di antar ke Changi dekat. Kalau di Indonesia kan jauh-jauh, kapal harus berlayar sekian hari,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper