Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Chatib Basri menilai pelemahan rupiah tidak akan berdampak besar pada keseimbangan fiskal.
Pengaruh perubahan nilai rupiah pada APBN bisa diimbangi oleh merosotnya harga minyak dunia di pasar global.
Chatib menjelaskan minyak dunia saat ini berada pada titik harga yang sangat rendah. Harga minyak yang rendah mampu mengurangi beban subsidi energi dalam APBN-P 2014.
Dia mengatakan harga Brent yang sempat turun ke level US$87 per barel, terendah sejak 2007, sebagai indikator penurunan harga minyak dunia.
“Ada beban APBN [dari penurunan nilai rupiah] tentu, tapi di sisi lain harga minyak turun, jadi kita harus hitung nett [bersih]-nya berapa,” katanya, Senin (13/10).
Kondisi itu membuat Chatib yakin nilai tukar rupiah yang saat ini telah melalui Rp12.200 per dolar AS tidak akan mendongkrak defisit APBN-P 2014 melampaui batas.
“Anggaran kita sampai akhir tahun mestinya sih oke, yang nanti dilihat adalah nanti pada 2015. Tapi saya kira pemerintahan baru nanti tahu langkahnya [antisipasi], saya tidak mau komentar,” kata Menkeu di Istana Negara, Senin (13/10/2014).
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mengatakan pemerintah baru memiliki beberapa opsi untuk mengurangi tekanan penurunan rupiah pada perekonomian tahun depan.
Salah satu opsi utama, lanjutnya, adalah perubahan harga BBM bersubsidi. Namun, dia mengingatkan kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi harus diiringi oleh kebijakan mengurangi tekanan inflasi.
Firmanzah menjelaskan inflasi yang terlalu tinggi akan memaksa Bank Indonesia menaikkan suku bunga. Suku bunga yang tinggi justru meningkatkan beban perekonomian domestik melalui kenaikan biaya pinjaman.
Selain itu, kenaikan inflasi juga mendorong kelompok buruh untuk bergerak ke jalan menuntut kenaikan upah minimum.
“Sektor riil juga hadapi tekanan, daya beli masyarakat akibat penyesuaian BBM, biaya kredit tinggi, dan ketiga biaya upah buruh. Ini mesti diperhatikan,” kata Firmanzah.