Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah mengkaji wacana pembatasan BBM bersubsidi untuk kapal nelayan dengan alat tangkap jenis purse seine karena berdampak buruk pada lingkungan.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Gellwyn Yusuf menilai tren yang terjadi pada saat ini adalah kapal longline mulai mengganti alat tangkapnya menjadi jenis purse seine karena dinilai lebih menguntungkan.
Saat ini, dia menaksir sedikitnya ada 100 kapal longline yang mengubah kapal tangkapnya menjadi purse seine. Gellwyn mengatakan pihaknya sedang mengkaji wacana itu lebih mendalam.
“Sedang dikaji dan ada kemungkinan kesana, untuk purse seine kita tidak kasih izin subsidi BBM,” katanya dalam diskusi terbatas, Rabu (10/1/2014).
Gellwyn menilai penangkapan ikan dengan purse seine tidak selektif dalam menjaring ikan. Hal tersebut karena alat tangkap purse seine yang dapat menjaring banyak ikan sekaligus di wilayah tangkap yang diinginkan, tanpa menyadari bahwa ada ikan yang seharusnya belum boleh ditangkap.
“Isu ini di internasional loh, di WTO ini keras sekali omongannya. Tapi untuk skala kecil mungkin masih bisa bisa diperuntukkan, tapi untuk kapal diatas 30 GT mungkin sudah saaatnya dikurangi,” kata Gellwyn.
Wakil Ketua Umum Kadin Yugi Prayanto menyatakan tidak sependapat dengan wacana tersebut. Menurutnya, hal tersebut akan membuat nelayan menjadi sengsara.
“Purse seine itu mau yang dibawah 30 GT atau diatas 30 GT, sama-sama nelayan. Mereka mengeluarkan biaya BBM 60% produksi. Jika dipangkan kenaikannya kan jadi 80%. Hidup mati mereka itu,” katanya saat dihubungi Bisnis, (1/10).
Yugi menyarankan untuk menindak tegas saja nelayan yang menjaring ikan diluar ketentuan, “Regulasi yang tepat saja yang digalakkan, misalnya jika memang menangkap baby fish dikenakan penalty. Tapi jangan subsidinya karena akan berat,” katanya.