Bisnis.com, JAKARTA -- Penyusutan penyaluran kredit ke industri manufaktur selama tujuh bulan pertama 2014 terpengaruh pelemahan bisnis di sektor tersebut. Pasalnya pelaku usaha menghadapi kebijakan yang justru menekan geliat bisnis mereka.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat Usman menjelaskan ada tiga hal yang sangat menekan usaha di bidang pertekstilan.
Mulai dari kenaikan tarif dasar listrik (TDL), rencana kenaikan tarif tagihan operator terminal (container handling charge/CHC) 10%, dan kenaikan premi asuransi tanpa ada diskon langsung.
“[Faktor-faktor tersebut] menempatkan sektor manufaktur menuju proses deindustrialisasi karena pertumbuhan jadi minus,” tuturnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (10/9/2014).
Arus kredit dari perbankan ke industri manufaktur terpengaruh performa bisnis perusahaan bersangkutan.
Manakala usaha mereka minus maka kelancaran penyaluran kredit pun berpeluang tersendat sehingga meningkatkan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) gross bank.
Penaikan tarif setrum untuk pelanggan golongan industri serta CHC dirasakan sebagai pukulan yang cukup telak bagi sektor pertekstilan.
Pasalnya TDL membuat biaya produksi bengkak sedangkan lonjakan CHC memengaruhi efisiensi ekspor dan impor.
“Kalau pertumbuhan bisnis kami kurang baik bukan karena ulah kami tapi dari BUMN [PLN dan Pelindo II], mereka menaikkan karena terpaksa atau memang rakus,” ucap Ade.
Sejalan dengan usulan kenaikan CHC dari PT Pelindo II maka tarif Terminal Handling Charges (THC) juga akan disesuaikan secara proporsional.
Kini besaran THC di Priok US$95 per kontainer terdiri dari CHC sebesar US$83, PPN senilai US$8,3 dan surcharges US$3,7 untuk setiap kontainernya.
Pelindo mengusulkan tarif CHC disesuaikan menjadi US$93, sedangkan THC menjadi US$110.
CHC adalah biaya bongkar muat petikemas dari kapal ke lapangan penumpukan terminal petikemas yang dibayarkan oleh perusahaan pelayaran ke terminal petikemas.
Untuk THC dibayar pemilik barang kepada perusahaan pelayaran.
Pada sisi lain, Peraturan Menteri ESDM No. 9/2014 mengamanatkan penyesuaian tarif listrik untuk empat golongan pelanggan listrik nonsubsidi mulai 1 Mei 2014.
Mereka adalah rumah tangga besar (R3) dengan daya 6.600 VA ke atas, bisnis menengah (B2) 6.600-200.000 VA, bisnis besar (B3) di atas 200 kVA, dan kantor pemerintah (P1) 6.600-200.000 VA.
Permen ESDM No. 19/2014 menetapkan mulai Juli 2014 diberlakukan tarif listrik hingga keekonomian secara bertahap untuk enam golongan pelanggan.
Mereka adalah rumah tangga R1 (1.300 VA), rumah tangga R1 (2.200 VA), rumah tangga R2 (3.500-5.500 VA), industri I3 nonterbuka, penerangan jalan umum P3, dan pemerintah P2 (di atas 200 kVA).
“Mau menaikkan harga jual tetapi konsumen tidak mau beli dan lebih memilih barang impor,” ujar Ade.
Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan industri manufaktur sepanjang tahun ini hanya di level 5,6%.
Realisasi pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada triwulan II/2014 sebesar 5,49%.