Bisnis.com, JAKARTA—Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengaku tengah melakukan harmonisasi kebijakan pembebasan pajak terhadap galangan kapal dengan Kementerian Perindustrian seiring desakan dari pelaku usaha,
Kepala BKF Andin Hadiyanto mengaku pemerintah masih melakukan verifikasi dan kajian menyeluruh terkait pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) penyerahan kapal dan bea masuk komponen kapal.
“Kami akan kerjakan secepatnya agar hasil rekomendasi bisa diterbitkan. Kami juga sudah buat tim teknis dari sisi tarif. Rapat-rapat juga terus diintensifkan. Kami juga membuat kajian sedetail-detailnya untuk setiap impor komponen kapal,” jelasnya, Senin (08/09/2014).
Andin menilai insentif fiskal bagi industri galangan fiskal seperti impor komponen kapal bisa saja mendorong daya saing industri galangan kapal dalam negeri. Kendati demikian, insentif tersebut harus selaras dengan rencana jangka panjang pemerintah.
Apabila tidak, sambungnya, insentif fiskal tersebut menjadi kontraproduktif, dan berpotensi menghambat industri dalam negeri ke depannya. Oleh karena itu, perlu ada kepastian dan jaminan yang kuat apabila insentif ingin diberikan.
“Takutnya, dalam jangka menengah, arah industri galangan kapal itu ternyata menuju ke arah yang lebih hulu untuk penguatan struktur industri. Oleh karena itu, harus ada koordinasi yang intensif dulu antara hulu dan hilir,” jelasnya.
Seperti diketahui, pelaku usaha industri kapal meminta pemerintah membebaskan PPN sebesar 10% dan bea masuk impor komponen sebesar 15%. Mereka meyakini kelonggaran fiskal bakal membuat biaya produksi kapal lebih kompetitif.
Ketua Umum Iperindo Eddy Kurniawan Logam mengaku penghapusan PPN penyerahan kapal dan bea masuk komponen kapal sudah diusulkan sejak lama. Akan tetapi, lanjutnya, permintaan pelonggaran fiskal tersebut baru sekadar aspirasi saja.
“Kalau pemerintah menyetujui penghapusan PPN dan bea masuk komponen kapal, misalnya pada semester kedua tahun ini, kami yakin pertumbuhan produksi kapal 30% per tahun bisa langsung tercapai,” tuturnya.
Senada dengan pelaku usaha, Kementerian Perindustrian menilai kapal buatan Indonesia masih kalah kompetitif dibandingkan dengan kapal impor. Hal itu dikarenakan adanya pengenaan PPN dan bea masuk terhadap impor komponen kapal.
Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kemenperin Budi Darmadi menilai insentif fiskal terhadap industri galangan kapal dapat menambah minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
“Selama ini investasi di industri galangan kapal jarang terealisasi. Penjajakan biasanya hanya sebatas minat. Makanya, kami dukung pembebasan pajak agar dibebaskan sampai ke komponen, dan bea masuk ditanggung pemerintah untuk komponen,” katanya.
Ancam penerimaan negara
Di sisi lain, pemberian insentif fiskal tersebut ternyata juga berpotensi mengurangi penerimaan negara dari pajak. Menurut Andin, pemberian insentif fiskal yang berlebihan akan menggerogoti sistem penerimaan pajak kedepannya.
Dia berpendapat dukungan pemerintah terhadap industri usaha lebih baik melalui sisi pengeluaran pemerintah, seperti membangun infrastruktur. Andin menilai upaya tersebut lebih tepat sasaran, dan pemerintah tidak ribet menentukan perusahaan yang perlu mendapatkan insentif.
“Tetapi ingat, saya tidak bilang insentif pajak itu tidak perlu, hanya saja harus lebih selektif dan jelas. Misalnya, pelaku usaha itu sifatnya kecil, seperti UMKM atau yang sifatnya itu sangat strategis bagi perekonomian kita,” katanya.
Dia menjelaskan kebijakan yang mengurangi penerimaan negara harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah, terutama BKF. Oleh karena itu, BKF memerlukan kepastian apabila industri galangan kapal mampu berkembang seiring pemberian insentif fiskal.