Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diimbau tidak terus menarik utang di tengah penyerapan anggaran belanja negara yang masih rendah.
Hingga 1 September, pemerintah telah merealisasikan Rp326 triliun atau 75,8% dari target pembiayaan bruto Rp430 triliun tahun ini.
Di sisi lain, realisasi belanja negara hingga Juli 2014 masih Rp886,9 triliun atau 47,3% terhadap pagu belanja negara dalam APBN Perubahan 2014 senilai Rp1.876,9 triliun.
Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih melihat adanya kurang koordinasi antara Ditjen Pengelolaan Utang (DJPU) dengan Ditjen Anggaran (DJA). DJPU seolah berjalan sendiri asal memenuhi target pembiayaan, sedangkan DJA tidak mampu mendorong penyerapan anggaran.
Akibatnya, penerbitan surat utang dalam rangka menutup pembiayaan belanja dan kewajiban utang sering tidak sejalan dengan realisasi belanja. Secara sederhana, pembiayaan dipacu, tetapi kurang digunakan sehingga muncul dana idle.
Singkatnya, konsep assets liability management (ALM) yang selama ini kerap didengungkan Kemenkeu, pada praktiknya belum tajam menganalisis keseimbangan antara penerimaan negara, belanja dan kebutuhan pembiayaan.
“Padahal, kupon harus dibayar dan itu menjadi ongkos APBN selanjutnya,” katanya Selasa (2/9/2014).
Audit utang yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelumnya menyebutkan pengelolaan utang belum mempertimbangkan unsur kesinambungan fiskal, khususnya risiko terkendali dan biaya optimum, daya serap pasar SBN, dan anggaran belanja yang produktif serta kemampuan penyerapannya.
Permasalahan itu menimbulkan kelebihan pembiayaan yang cukup signifikan.