Bisnis.com, JAKARTA -- Target defisit transaksi berjalan 2,5% terhadap produk domestik bruto agaknya sulit dicapai tahun depan, saat investasi deras mengalir ke Indonesia menyambut pemerintahan baru.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Destry Damayanti memperkirakan pelaku usaha akan merespons positif pemerintahan baru dengan menanamkan modal langsung di Indonesia. Sebagian memperluas usaha setelah sekitar dua tahun cenderung memilih tak berekspansi.
Arus investasi akan kian deras jika pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menaikkan harga BBM bersubsidi yang selama ini membebani APBN.
Namun, akibat ketergantungan terhadap impor bahan baku/penolong dan barang modal yang tinggi, aktivitas itu dapat menekan transaksi berjalan.
"Melihat kemungkinan ini, tahun depan akan sulit untuk mencapai 2,5%. Saya melihat probabilitas itu lebih besar pada 2016," kata Destry, Jumat (22/8/2014).
Bank Indonesia sebelumnya memberi sinyal dosis pengetatan moneter akan dikurangi ketika defisit transaksi berjalan menyempit ke level 2,5% terhadap PDB (Bisnis.com, 21/8/2014).
Di samping transaksi berjalan, inflasi yang stabil di kisaran 4,5% plus minus 1 akan menjadi pertimbangan untuk menentukan arah kebijakan moneter.
"Kami melihat ada perbaikan (tahun ini) dibanding 2013 yang 3,3% (terhadap PDB), tetapi perbaikannya ada di kisaran 3% atau di atas 3%. Kita harus terus berusaha menyehatkan agar itu menjadi di kisaran yang sustainable (berkelanjutan), yaitu 2,5%," kata Gubernur BI Agus Martowardojo tanpa bersedia menyebut waktu.
Destry melihat defisit transaksi berjalan 2,5% terhadap PDB merupakan level yang aman untuk dikompensasi oleh surplus transaksi modal dan finansial, terutama dari investasi langsung (foreign direct investment/FDI) dan sebagian investasi portofolio.