Bisnis.com, JAKARTA -- PT Pertamina bersikukuh tetap akan menaikkan harga elpiji 12 kg bulan ini kendati Menko Perekonomian Chairul Tanjung mewanti-wanti agar pengambilan keputusan menunggu restu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir menegaskan elpiji 12 kg bukan barang subsidi sehingga penetapan harga jual tidak memerlukan izin pemerintah, tetapi aksi korporasi semata.
Perseroan hanya wajib melaporkan rencana penaikan harga kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai pasal 25 Permen ESDM No 26/2009.
"Tidak ada dasar hukumnya Pertamina untuk minta persetujuan (kepada pemerintah) karena ini bukan barang subsidi," katanya di kantor Kementerian Keuangan, Rabu (13/8/2014).
Menurutnya, sekali mengintervensi penetapan harga jual elpiji nonsubsidi itu, maka pemerintah semestinya menanggung selisih harga alias menyubsidi komoditas tersebut sebagai konsekuensi.
Ali menuturkan Pertamina selama ini menanggung kerugian lebih dari Rp5 triliun per tahun karena menjual elpiji 12 kg di bawah harga keekonomian.
Sepanjang paruh pertama tahun ini, perusahaan pelat merah itu mengklaim rugi Rp2,81 triliun dari bisnis elpiji 12 kg.
Pertamina, kata Ali, selama ini hanya dapat menjual dengan harga Rp6.500 per kg, jauh di bawah harga keekonomian sekitar Rp15.000 per kg -- harga yang dipatok oleh tiga badan usaha niaga elpiji lain.
Selisih itu menjadi kerugian yang pada akhirnya menggerus potensi laba perseroan.
Oleh karena itu, lanjutnya, perseroan harus menaikkan harga Agustus setelah ditunda dari semula 1 Juli 2014 karena mempertimbangkan inflasi selama bulan puasa, Lebaran, dan tahun ajaran baru.
Padahal, sesuai peta jalan yang disusun Pertamina, harga elpiji 12 kg harus dinaikkan dua kali setiap tahun, yakni pada awal dan pertengahan tahun, sehingga pada 2016 mencapai harga keekonomian.
Adapun, untuk Agustus ini, Pertamina merencanakan kenaikan Rp1.000-Rp1.500 per kg. "Timing-nya masih kami kaji kapan. Nanti kalau sudah diputuskan, kami akan sampaikan ke masyarakat dan teman-teman media," tuturnya.
Soal kekhawatiran akan memicu inflasi, Ali berujar elpiji 12 kg tidak akan berdampak besar mengingat pengguna elpiji nonsubsidi itu adalah masyarakat kelas menengah ke atas yang memberi andil hanya 15% dari total penggunaan elpiji di Tanah Air.
Pertamina pun tak cemas dengan adanya isu migrasi besar-besaran ke elpiji subsidi 3 kg jika harga elpiji 12 kg dinaikkan. Alasannya, BUMN itu memiliki sistem monitoring untuk memastikan penyaluran sesuai kuota di seluruh agen penyalur elpiji 3 kg.
"Kalau ada permintaan mendadak dari konsumen, akan terdeteksi dan kami tidak akan melayani itu. Kami juga akan melarang pembelian baru tabung beserta isinya," kata Ali.
Menko Perekonomian Chairul Tanjung sebelumnya mengingatkan Pertamina agar tidak terburu-buru menaikkan harga elpiji 12 kg karena harus menunggu arahan dari Presiden.