Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan menetapkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap impor produk canai lantaian dari besi atau baja bukan paduan dengan kode HS 7210.61.11.00.
Kriterian produk yang dikenai BMTP tersebut adalah yang memiliki lebar 600 mm atau lebih, disepuh atau dilapisi dengan paduan alumunium seng, mengandung karbon kurang dari 0,6% menurut beratnya, dan ketebalan sampai dengan 0,7 mm.
Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerapkan pengenaan BMTP atas produk tersebut setelah membuktikan adanya lonjakan impor barang yang dimaksud sejak periode 2008.
Ketua KPPI Ernawati menjelaskan pengenaan BMTP itu telah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.137.1/2014 yang disahkan pada 7 Juli 2014 tentang BMPT terhadap produk canai lantaian dari besi atau baja bukan paduan.
“PMK tersebut diundangkan pada 15 Juli lalu di dalam Berita Negara Republik Indonesia No.978/2014. Pengenaan BMTP terbagi dalam 3 periode yang berlaku sejak 2014-2017,” jelasnya, Senin (4/8/2014).
Besaran BMTP yang diberlakukan akan mengecil secara bertahap setiap tahunnya. Tahun pertama pemberlakuan BMTP berlangsung selama 22 Juli 2014-21 Juli 2015 senilai Rp4.998.784/ton.
Tahun kedua berlaku selama 22 Juli 2015-21 Juli 2016 dengan besaran Rp4.314.161/ton, sedangkan tahun ketiga berlaku untuk periode 22 Juli 2016-21 Juli 2017 dengan besaran BMTP sejumlah Rp3.629.538/ton.
“Berdasarkan hasil penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan [TPP], terbukti bahwa terjadi lonjakan volume impor secara absolut selama 2008-2012. Trennya sebesar 42%, atau dari volume 79.279 ton pada 2008 menjadi 251.315 ton pada 2012,” kata Ernawati.
Berdasarkan data KPPI, pada 2012 tercatat bahwa produk produk canai lantaian dari besi atau baja bukan paduan yang dimaksud paling banyak diimpor dari Vietnam dengan andil 60,04% serta Korea Selatan dengan pangsa 15,22%.
“Lonjakan jumlah impor produk canai lantaian dari besi atau baja bukan paduan berdampak negatif pada industri dalam negeri. Hal ini terlihat dari adanya kenaikan suplai, penurunan pangsa pasar produk domestik, dan penurunan keuntungan. Kami membuktikan terdapat hubungan sebab akibat antara lonjakan volume impor dengan ancaman kerugian serius.”