Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi petani tembakau mendesak pemerintah melakukan pertimbangan ulang penyertaan gambar atau PHW dalam bungkus rokok karena dapat mengancam nasib petani.
Ketentuan itu tertuang dalam PP 109/2012 itu menyatakan bahwa pabrikan wajib mencantumkan gambar (pictorial health warning/PHW) selambatnya 18 bulan sejak beleid dilansir.
"Kan itu gambarnya jelek, konsumen bisa bosen terus lari. Ya petani juga yang kena, tembakau jadi tidak terserap," kata Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Budidoyo kepada Bisnis, Senin (30/6/2014).
Budidoyo mengungkapkan, karena sebagian besar efeknya menghajar pabrikan dan konsumen, maka serapan tembakau dari petani akan menurun.
Tren penurunan itu, ujarnya, sudah terlihat sejak tahun lalu. BPS mencatat, pada 2012 produk tembakau secara nasional mencapai angka 260.810 ton, yang kemudian turun menjadi 260.180 ton tahun lalu.
Hal ini juga diiringi dengan penurunan gairah petani dalam menanam tembakau. Terbukti, areal tanam tembakau pada tahun hanya 270.230 ha dibandingkan dengan tahun sebelumnya sekitar 270.290 ha.
Budidoyo memaparkan, pada tahun ini pihaknya memperkirakan produksi akan cenderung stagnan dan bahkan turun karena luas areal diprediksi tidak mengalami peningkatan dibanding tahun lalu.
Namun, dia belum berani memprediksi berapa persen penurunan produksi tembakau itu tersebut. "Stoknya sih aman. Tapi kalau produksi tahun ini, Agustus nanti baru ramai, menunggu hujan selesai," katanya.
Meskipun demikian, dia memprediksi bahwa penurunan produksi tembakau tidak akan seiring dengan penurunan rokok, utamanya rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM).