Bisnis.com, JAKARTA—Kendati Kementerian Perdagangan berencana menertibkan izin usaha pelaku e-commerce, dan berpotensi mendongkrak penerimaan negara, Ditjen Pajak justru menilai upaya itu belum tentu signifikan menyumbang penerimaan pajak.
“Bentar dulu dong, kami harus lihat dulu impelementasinya. Data nama perusahaan saja tidak cukup, yang terpenting adalah apakah Ditjen Pajak bisa mendapatkan data penjualan dari sektor e-commerce itu,” ujar Dirjen Pajak Fuad Rahmany kepada Bisnis, Senin (23/06).
Selama ini, sambungnya, kepatuhan membayar pajak dari wajib pajak masih rendah. Hal itu dikarenakan Ditjen Pajak tidak memiliki data yang valid untuk membuktikan ketidakbenaran pembayaran pajak.
Meskipun demikian, dia mengapresiasi rencana Kemendag tersebut karena membantu Ditjen Pajak menambah jumlah wajib pajak baru. Hanya saja, dia menilai penambahan tersebut tidak menjamin penerimaan pajak sesuai dengan potensinya.
Sejak 3 tahun terakhir DJP terus upayakan penguatan data. Semoga dalam waktu dekat, sistem IT yang kami kembangkan bisa menjaring lebih banyak data transaksi ekonomi yang valid. Alhasil, kepatuhan bayar pajak dari orang pribadi dan badan meningkat,” jelasnya.
Kementerian Perdagangan berencana memperketat syarat izin usaha bagi para pelaku online atau e-commerce. Nantinya, peraturan tersebut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang E-commerce.
Kemendag menyatakan aturan izin usaha dalam aktivitas perniagaan online tersebut akan di bawah payung UU No.7/2014 tentang Perdagangan. PP ini jug akan mewajibkan pelaku e-commerce untuk mendaftarkan kegiatan usahanya kepada Kemendag.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Srie Agustina menyebutkan pengaturan e-commerce lebih ditujukan untuk perlindungan konsumen.
Meskipun demikian, pengaturan ini juga mendorong kompetisi yang lebih sehat, sekaligus mendorong iklim bisnis online lebih compliance.
“Dengan sendirinya, apabila sasaran tersebut dapat dicapai, penerimaan pajak dari sektor ini akan lebih optimal. Saya memperkirakan potensi transaksi e-commerce itu lebih dari US$10 miliar pada 2015,” tuturnya.
Senada, Asosiasi Pelaku Indonesia (Apindo) mencatat transaksi e-commerce di Tanah Air mencapai sekitar Rp100 triliun/tahun. Akan tetapi, Apindo menilai sebagian besar transaksi e-commerce justru luput dari pembayaran pajak.