Bisnis.com, BATAM – Ketidakpatuhan masyarakat untuk menggunakan mata uang rupiah akan memicu inflasi karena adanya permintaan valuta asing yang cenderung meningkat.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas mengatakan kebutuhan valas yang tinggi untuk transaksi ekonomi di pasar domestik akan menyebabkan ekonomi Indonesia rapuh karena perkembangan ekonomi global yang sarat gejolak akan punya andil besar. Akibatnya, data saing produk-produk Indonesia akan berkurang.
“Transaksi valas dalam negeri meningkatkan demand sehingga rupiah akan terdepresiasi. Efeknya kan pada inflasi nantinya,” ujarnya dalam seminar nasional Rupiah Sebagai Lambang Kedaulatan Bangsa dan Kewajiban Penggunaan Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia, Rabu (18/6/2014).
Kemarin, rupiah sempat melemah di level Rp12.000 per dolar Amerika Serikat.
Dengan adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, kepatuhan penggunaan rupiah untuk transaksi harus diperketat mengingat kondisi pasar yang akan terjadi lebih mengarah pada kebebasan dalam persaingan.
Penggunaan rupiah diharapkan memperkuat nilai tukar mata uang rupiah dan tak ‘terlibas’ oleh negara-negara lain.
Ronald mengatakan jumlah penduduk Indonesia yang banyak mewakili 50% dari pasar Asean. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap rupiah akan mendongkrak stabilitas ekonomi Indonesia. Kepercayaan dunia terhadap rupiah pun ikut menguat.
Penggunaan rupiah sebenarnya bersifat wajib karena sudah diatur dalam UU No.7 Tahun 2011 tentang mata uang. Rupiah wajib dipergunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di wilayah NKRI.