Bisnis.com, JAKARTA—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan adanya potensi kekurangan penerimaan pajak sebesar Rp338,02 miliar akibat Ditjen Pajak kurang menetapkan nilai pajak terutang terhadap wajib pajak.
“Kami menemukan adanya ketidakpatuhan sehingga menyebabkan adanya potensi penerimaan yang hilang sebesar Rp338,02 miliar,” ujar Anggota II BPK Sapto Amal Damandari dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2013, Jumat (13/6/2014).
Seperti diketahui, ketetapan pajak oleh Ditjen Pajak antara lain berasal dari hasil pemeriksaan oleh pemeriksa pajak (fiskus) maupun hasil keputusan upaya hukum yang dilakukan oleh wajib pajak (WP). Ketetapan pajak dapat berupa kurang bayar, lebih bayar, atau nihil.
Berdasarkan hasil pemeriksaan uji petik pada 13 Kanwil DJP atas penetapan pajak baik yang berasal dari hasil pemeriksaan maupun keputusan upaya hukum, DJP masih kurang menetapkan jumlah pajak terutang terhadap WP.
Dari 11 Kanwil Ditjen Pajak yang diperiksa, Kanwil Ditjen Pajak WP Besar mencatatkan jumlah pajak terutang yang kurang ditetapkan paling besar, yakni Rp268,16 miliar. Disusul, Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus sebesar Rp30,99 miliar.
Sementara yang terkecil, antara lain Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Timur sebesar Rp22,31 juta. Disusul, Kanwil Ditjen Pajak Banten sebesar Rp124,18 juta, Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Pusat sebesar Rp129,83 juta.
Dalam pemeriksaan tersebut, BPK juga menemukan adanya ketidaksesuaian permasalahan dengan aturan perundang-undangan a.l. pertama, UU No. 36/2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan.
Kedua, UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Ketiga, UU No. 28/2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Keempat, PP No. 74/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Pasal 8.
BPK setidaknya menemukan tiga masalah yang menyebabkan adanya kehilangan potensi penerimaan, antara lain, pemeriksa pajak tidak menjalankan program pemeriksaan sebagaimana mestinya, dan menerapkan ketentuan yang berlaku.
Kemudian, BPK juga menilai Ditjen Pajak tidak optimal dalam proses pengawasan berjenjang dari supervisor dan kepala kantor. Adapun, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan tidak melakukan pengawasan dengan baik.
Oleh karena itu, BPK merekomendasikan Kementerian Keuangan untuk menginstruksikan Ditjen pajak a.l. pertama, memberikan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada pemeriksa pajak, peneliti keberatan, supervisor, kepala kantor terkait, dan pejabat terkait kegiatan pemeriksaan;
Kedua, Ditjen Pajak harus melakukan upaya-upaya yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memulihkan kekurangan penerimaan pajak sebesa Rp338.02 miliar.
Ketiga, meningkatkan pengawasan secara berjenjang terkait dengan kegiatan pemeriksaan, penelitian keberatan, dan penelitian atas permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi sesuai Pasal 36 UU KUP.