Bisnis.com, JAKARTA—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan piutang pajak sebesar senilai Rp800,88 miliar telah kadaluarsa atau hangus, akibat penetapan dan penagihan pajak oleh otoritas pajak tidak sesuai dengan ketentuan.
“Dari hasil pemeriksaan, kami menemukan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait penagihan pajak, sehingga menyebabkan piutang pajak kadaluarsa sebesar Rp800,88 miliar,” ujar Ketua BPK Rizal Djalil, Rabu (11/6/2014).
Dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2013, jumlah piutang pajak bruto pada Neraca tercatat Rp103,24 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 27,68% atau Rp28,58 triliun merupakan nilai piutang bersih yang dapat direalisasikan.
Piutang pajak berasal dari ketetapan pajak yang diterbitkan Ditjen pajak. Akan tetapi, masih belum dilakukan pelunasan oleh wajib pajak. Atas ketetapan yang belum lunas dan telah melewati jatuh tempo pembayaran, maka Ditjen Pajak melakukan penagihan kepada wajib pajak.
BPK setidaknya menemukan lima permasalahan yang menyebabkan penerimaan pajak Rp800,88 miliar tidak dapat ditagih negara, a.l. pertama, pemeriksa pajak lambat dalam menyelesaikan pemeriksaan.
Kedua, Instruksi Direktur Jenderal Pajak dengan SE No. 11/PJ/2013 pada 26 Maret 2013 tentang Rencana dan Strategi Pemeriksaan 2013 belum sepenuhnya memperhatikan waktu yang cukup terkait dengan penerbitan SKP tahun pajak 2008 dan sebelumnya.
Ketiga, petugas pada Seksi Penagihan dan Kepala Seksi Penagihan, lalai dalam melaksanakan tugasnya. Keempat, kurangnya pengawasan dari atasan langsung atas penyelesaian pelaksanaan pemeriksaan dan kegiatan penagihan.
Kelima, Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Tiga, Direktur Keberatan dan Banding, Direktur Peraturan Perpajakan I, dan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, lambat dalam menindaklanjuti putusan Pengadilan Pajak.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan pemerintah melalui Menteri Keuangan agar menginstruksikan Dirjen Pajak a.l. pertama, menerbitkan instruksi terkait dengan kegiatan pemeriksaan pajak dengan memperhatikan waktu daluwarsa penetapan pajak.
Kedua, memberikan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada pemeriksa pajak, petugas penagihan, kepala seksi penagihan, kepala KPP terkait, Direktur Keberatan dan Banding, Direktur Peraturan Perpajakan I, dan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
Ketiga, meningkatkan pengawasan secara berjenjang terkait dengan kegiatan pemeriksaan, penetapan dan penagihan pajak secara aktif.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis mengatakan akan meminta pertanggungjawaban dari Ditjen Pajak. Menurutnya, kehilangan penerimaan sebesar Rp800,88 miliar merupakan kerugian negara.
“Ini nanti akan menjadi bahan untuk ditanyakan kepada otoritas pajak. Kenapa Ditjen Pajak sulit menagih piutang pajak, padahal memiliki waktu sebanyak lima tahun. Apakah karena jumlah orang, atau memang ada kesengajaan,” jelasnya.