Bisnis.com, JAKARTA - Meningkatnya temuan obat ilegal oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam Operasi Pangea ke VII membuktikan Indonesia masih lemah dalam pengawasan produk kesehatan ini.
Kategori obat yang tidak terdaftar dan obat palsu mendominasi temuan pada awal 2014.
Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Wijayarta mengatakan konsumen semakin tidak nyaman dan bingung bagaimana cara mendapatkan obat yang berkualitas.
“Sekarang konsumen menemui obat ilegal di mana saja, mulai dari warung hingga apotek,” tuturnya kepada Bisnis.com, Selasa (10/6/2014).
Dia menyebutkan bisnis obat ilegal dimainkan secara besar-besaran dan terstruktur. Indikasi tersebut terbukti dari mudahnya menemukan obat ilegal.
“Barang haram sebanyak itu, tidak mungkin disembunyikan lewat koper saja. Pengawasan belum sinergis, jadinya yang terungkap hanya sebagian kecil,” katanya.
Menurutnya, banyak celah yang menyebabkan obat ilegal marak beredar di pasar, salah satunya adalah regulasi pengaturan harga obat generik bermerek. Mengingat dengan kualitas yang sama harga generik bermerek meningkat 40 kali hingga 60 kali lipat di Indonesia.
“Saya pernah menemukan pemalsu obat generik memasang harga 11 kali dari harga aslinya. Coba Indonesia membuat regulasi pengaturan harga maksimal 3 kali lipat dari harga produksi, sepertinya pemalsu obat akan berkurang karena keuntungannya tidak terlalu besar,” ujarnya.
Marius menambahkan pasar generik bermerek di Indonesia mencapai 70% dari total konsumsi obat nasional sebesar US$5 miliar. Sedangkan kebutuhan generik tanpa merek berkisar 15% dari total konsumsi obat nasional.
“Pemalsu tahu mana yang menguntungkan dan pasarnya luas. Walaupun sampai saat ini persentase obat palsu untuk generik bermerek belum bisa disebutkan,” tambahnya.