Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Begini Pandangan Kementerian Terkait Soal Aksesi FCTC

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Abdul Kadir Karding menilai langkah Menteri Kesehatan yang ngotot meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dinilai tendensius.
Tembakau/Ilustrasi
Tembakau/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Abdul Kadir Karding menilai langkah Menteri Kesehatan yang ngotot meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dinilai tendensius.

Padahal, berkali-kali Istana memberikan penjelasan pemerintah tidak akan gegabah meratifikasi FCTC karena mempertimbangkan segala aspek kepentingan ekonomi maupun sosial masyarakat.

“Selain presiden, mayoritas kementerian terkait juga menolak aksesi FCTC, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, selain juga DPR,” tegas Abdul Kadir Karding, Rabu (07/05/2014).

Karding mengingatkan sebagai pembantu presiden sudah sepatutnya Menkes menghormati dan tunduk pada sikap presiden. Tidaklah etis seorang menteri yang diangkat presiden justru ingin melampaui kewenangan presiden.

“Saya mempertanyakan sikap ngotot Menkes untuk segera aksesi FCTC itu sebenarnya ada hidden agenda apa?” tanyanya.

Lagi pula, sejumlah kementerian juga tegas menolak FCTC. Kementerian Pertanian, misalnya, akan terus menolak aksesi FCTC, mengingat dampak yang sangat merugikan bagi petani. Selain itu, pemerintah juga tidak memaksa petani tembakau untuk beralih ke tanaman lain.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir justru mengkhawatirkan bila pemerintah mengaksesi FCTC justru akan membuat industri rokok akan melakukan impor tembakau besar-besaran lantaran minimnya suplai tembakau lokal.

“Padahal, penerimaan negara dari cukai rokok selalu meningkat, yaitu sekitar Rp80 triliun pada 2012 menjadi Rp95 triliun pada tahun lalu,” ujar Gamal.

Menurutnya, sungguh tidak bijak apabila usulan aksesi terus didesakkan. “Ya, karena ini, kan, demi kepentingan petani kita. Jangan dilarang atau malah mengurangi gairah menanam dong. Apalagi tembakau juga punya potensi ekspor,” katanya.

Hal serupa juga disampaikan Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto juga berpandangan, pemerintah Indonesia masih belum bisa mengganti peran industri rokok yang telah menyumbang pendapatan negara dan mempekerjakan jutaan rakyat Indonesia.

“Kalau bisa mengganti ini (hasil dari industri rokok), ya silakan aja. Tapi kalau tidak ada penggantinya, memang tidak bisa dihilangkan (industri rokok tersebut),” ujarnya.

Lebih lanjut, Panggah mengatakan, memang sulit menggantikan secara penuh peran industri rokok, tetapi untuk mengurangi dampak dari tekanan terhadap industri rokok tersebut masih bisa dilakukan.

“Ini bisa saja, tapi saya tidak yakin bisa menyelesaikan atau menyubtitusi peran industri rokok dalam perekonomian nasional dan penyerapan tenaga kerja,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Sepudin Zuhri
Sumber : Newswire

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper