Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penaikan PNBP Kehutanan, Dua Sisi Mata Uang

Bergulirnya angka baru Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor kehutanan yang notabene lebih tinggi dari sebelumnya memiliki dua sisi yang kontras. Kantong negara yang menggemuk, dan saku pengusaha yang mengempis.
Menhut Zulkifli Hasan/Bisnis-Dwi Prasetya
Menhut Zulkifli Hasan/Bisnis-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA—Bergulirnya angka baru Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor kehutanan yang notabene lebih tinggi dari sebelumnya memiliki dua sisi yang kontras. Kantong negara yang menggemuk, dan saku pengusaha yang mengempis.

Sebelumnya, pihak Kementerian Kehutanan (Kemenhut) sempat mengumandangkan target PNBP pada 2014 secara total mencapai Rp5,2 triliun. Ironisnya, target tahun lalu sebesar Rp4 triliun saja tidak tercapai. Terlampau optimistis?

Entah apa yang jadi membikin Kemenhut optimistis mencapai target tahun ini. Namun, terhitung 15 Maret 2014,  dengan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) No.12/2014 tentang PNBP, Kemenhut mulai punya harapan. Alasannya, pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) bakal terkena penaikan pungutan.

Nana Suparna, Ketua Bidang Hutan Tanaman Industri Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), meminta pemerintah melakukan rasionalisasi pungutan, dan juga mengkaji ulang PP 12/2014 tentang PNBP tersebut.

“Pengkajian ini menjadi mendesak karena dalam PP tersebut, hampir semua jenis pungutan kehutanan naik, padahal kondisi IUPHHK, baik hutan alam maupun HTI sebagian besar dalam kondisi tidak aktif,” ujarnya di Bogor, Jumat (11/4).

Dia beranggapan, karena berbagai permasalahannya, jika PP tersebut diberlakukan, maka hampir dapat dipastikan akan makin banyak lagi IUPHHK yang tidak bakal bisa aktif dan terancam mangkrak.

“Disamping itu, yang jadi pemberat adalah terkait adanya tambahan jenis pungutan baru, yaitu Penggantian Nilai Tegakan [PNT],”

Nana menilai, jika semua pungutan tersebut dijumlahkan, maka nilainya akan lebih besar dari harga jual kayu bulat kecil. Belum lagi biaya produksi yang tinggi, sehingga sangat berpotensi menghambat IUPHHK-HT yang sedang dan akan dibangun. 

“Hal ini juga secara langsung akan berdampak negatif terhadap industri kehutanan secara keseluruhan,” papar Nana.

Nana juga menegaskan PP ini  akan berpengaruh terhadap IUPHHK-HA karena akan menurunkan produktifitas yang pada akhirnya akan menurunkan  PNBP Kehutanan secara keseluruhan.

“Jika IUPHHK-HA tidak beroperasi maka akan makin banyak lagi hutan alam produksi yang terlantar yang akan menjadi sumber kegiatan illegal logging, perambahan hutan dan sumber kebakaran lahan/hutan,” imbuhnya.

Bambang Hendroyono, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kemenhut mengatakan, penaikan PNBP sudah ditetapkan dan tidak akan ada pengkajian ulang. Namun, pihaknya bakal segera menentukan harga patokan yang lebih realistis.

“Saat ini kami masih mengumpulkan harga patokan dari seluruh Indonesia. Nanti akan segera ditetapkan oleh Menteri Kehutanan,” tegasnya dalam kesempatan yang sama.

Saat ini beberapa provinsi sudah memberikan data harga. Sementara itu, untuk harga dari hutan alam di tempat penimbunan kayu di sektor hulu, HTI juga seperti itu. Harapannya, pada semester I tahun ini penetapan harga patokan bisa segera diteken.

“Kalau dulu untuk PP yang lama kan memakai harga jual rata rata pasar internasional. Sekarang berbeda, Kementerian Kehutanan yang mengendalikan harga patokan,” bebernya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Giras Pasopati

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper