Bisnis.com, JAKARTA--Kalangan pelaku usaha pakan ternak minta pemerintah tidak terburu-buru menutup keran impor jagung mengingat produksi dalam negeri belum sanggup memenuhi kebutuhan bahan baku industri yang secara konstan 650.000 ton/bulan atau setara 3,6 juta ton pada 2014.
Bulan ini pemerintah tengah menyusun rencana aksi dan kebijakan fiskal demi mengendalikan impor bahan baku dan bahan penolong, sementara industri pakan ternak adalah pengimpor terbesar kedua dengan tren importasi sebesar 21,39%.
Di sisi lain, Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) menargetkan pertumbuhan produksi pakan ternak sebesar 14,7 juta ton pada 2014, atau meningkat 10%-12% dari tahun sebelumnya yaitu 13,4 juta ton.
Sekjen GPMT Desianto Budi Utomo menyatakan bahwa sejatinya pengusaha tidak bermasalah dengan kebijakan tersebut, sebab industri pakan ternak lebih meminati jagung lokal ketimbang impor.
"Kami tidak bisa gambling dong dengan bahan baku. Kalau produsen jagung lokal bisa menyediakan 650.000 ton/bulan sepanjang tahun, tidak masalah impor mau dikendalikan, atau ditutup sekalian," ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (7/4/2014).
Desianto mencatat bahwa industri pakan ternak telah mengimpor 470.000 ton pada kuartal I. Pihaknya menargetkan tahun ini akan mengimpor 3,6 juta ton atau naik 12,5% dari tahun sebelumnya yang hanya 3,2 juta ton.
Meskipun demikian, paparnya, industri tidak bisa menunggu pelaku usaha jagung untuk memenuhi kebutuhan tersebut karena jagung merupakan bahan baku utama yang berkontribusi sampai 70% dari komponen biaya produksi.
Dia menjelaskan, harga jagung lokal sebesar Rp3.300-Rp3.500/kg memang berada di atas jagung impor di kisaran Rp3.200/kg tetapi tidak bisa dipungkiri kualitas jagung lokal lebih bagus, baik dari sisi kesegaran maupun kuning biji jagung.