Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Klaim Produksi Rumput Laut 2013 Capai 8,2 Juta Ton

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengklaim produksi rumput laut Indonesia sepanjang 2013 tercatat 8,2 juta ton atau 9,33% di atas target sebanyak 7,5 juta ton, sedangkan target tahun ini dipatok mencapai 10 juta ton.nn

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengklaim produksi rumput laut Indonesia sepanjang 2013 tercatat 8,2 juta ton atau 9,33% di atas target sebanyak 7,5 juta ton, sedangkan target tahun ini dipatok mencapai 10 juta ton.

Coco Kokarkin Soetrisno, Direktur Produksi  Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP mengatakan, angka sementara tercatat produksi rumput laut nasional sebanyak 8,2 juta ton gabungan dari jenis cottonii dan gracillaria

“Jumlah tersebut belum termasuk produksi jenis caulerpa dan sargassum, jadi diperkirakan bisa lebih banyak lagi,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (2/4).

Data Produksi Budidaya Rumput Laut

Tahun

Target (ton)

Realisasi (ton)

2011

3.504.200

5.170.201

2012

5.100.000

6.514.854

2013

7.500.000

8.200.000*)

Keterangan: *) angka sementara

Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan

Dia menyatakan, meski target telah terlampaui, tetapi beberapa produsen dari Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta revisi data dan target untuk dinaikkan. Terkait permasalahan produksi, lanjutnya, terdapat beberapa hal yang sedang diperbaiki.

“Permasalahan sebenarnya adalah semua pemain [pengusaha] kita bersifat pedagang. Beli di harga murah, lalu dijual mahal,” ungkapnya.

Menurutnya, hal itu membuat tidak adanya mindset atau pola pikir keberlanjutan. Dia beranggapan, pengusaha tak mau untung sedikit tapi dengan volume yang banyak. Hal tersebut bakal dirubah melalui program kemitraan.

“Proses kemitraan saat ini sedang dilakukan karena mereka [pengusaha] punya asosiasi hulu, hilir dan tengah yang bekerja sendiri dan kurang sinkron,” tuturnya.

Dirinya beranggapan, pelaksanaan kemitraan harus segera dilakukan mengingat pasar rumput Indonesia yang menggiurkan bagi negara lain. Dia mencontohkan, Filipina dan China sudah bertekad masuk produksi dan membeli di Indonesia.

“Banyak investor  baru bermunculan. Jawaban kami, mereka harus all in atau three in one,” sambungnya.

Yang di maksud dengan all in atau three in one adalah para investor harus masuk ke industri rumput laut mulai dari prosessing, pengumpul dan produsen di bawah satu bendera perusahaan.

“Ada perusahaan dari Italia yang berencana investasi sekitar US$3 juta untuk sistem produksi dan ekspor mentah.  Sementara, dari Filipina minta konsesi wilayah produksi di Papua dan Maluku, sedangkan China dan Jerman ingin konsesi pembelian dari NTT,” bebernya  

Coco membeberkan, semuanya masih dalam proses sekitar 25%. Pihaknya masih mengharuskan para investor untuk menerapkan usaha terintegrasi agar segalanya lebih pasti.

Heriyanto Ilyas, Kepala Sub-direktorat Bidang Data dan Statistik Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP mengatakan, data produksi komoditas perikanan Indonesia yang ada pada saat ini hanya data sementara.

“Nanti pada 28 April 2014 baru akan ada data resmi yang sudah dikonsolidasi secara komprehensif dari semua lokasi produksi,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (1/4).

Menurutnya, produksi rumput laut memang menanjak karena ditopang dari lokasi strategis di kawasan Timur. Heriyanto mengungkapkan, lokasi produksi yang mengalami lonjakan adalah Nusa Tenggara Timur.

Di sisi lain, Safari Azis, Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) mengatakan, data produksi yang dirilis KKP masih perlu dipertanyakan kebenarannya. Dirinya beranggapan, jumlah itu tak sesuai dengan konsumsi dunia.

“Aneh saja, data dari kami tidak sampai 7,5 juta ton untuk rumput laut basah,” bebernya kepada Bisnis, Selasa (1/4).

Selain terkait data yang berbeda, dirinya juga menginginkan adanya penetapan kawasan khusus atau klaster bagi petani rumput laut. Tujuannya agar keberlangsungan produksi tetap terjaga.

“Ada beberapa kasus seperti pembangunan smelter dan kawasan pariwisata yang mengancam area produksi rumput laut,” tandasnya.

Lebih lanjut, dirinya mengungkapkan, adanya zonasi kawasan produksi dapat mempermudah pendataan yang lebih akurat. Di sisi lain, rencana investasi kemitraan juga perlu dikaji dengan serius terkait harga beli.

“Saat ini harga rumput laut masih di kisaran Rp17.000 sampai Rp18.000 per kilogram,” tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Giras Pasopati

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper