Bisnis.com, BANDUNG—Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) menyebutkan kontribusi susu dalam negeri terhadap kebutuhan nasional pada tahun lalu mencapai 18% atau 1,5 juta ton turun dari tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 25%, dipicu penjagalan yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir.
Ketua GKSI Dedi Setiadi mengatakan untuk tahun ini pihaknya hanya memproyeksikan pertumbuhan produksi susu dalam negeri tumbuh 2% atau mencapai 1,53 juta ton dari tahun 2013.
“Kami hanya menargetkan tumbuh 2%, itupun susah untuk mengejarkan akibat populasi sapi yang menyusut sejak 2010 lalu,” katanya kepada Bisnis, Selasa (1/4/2014).
Menurutnya, sentra terbesar produksi susu sapi perah di Jabar misalnya, yakni Pangalengan dan Lembang rata-rata populasi sapi perah masing-masingnya sebanyak 22.000 ekor dengan produksi susu 145 ton/hari pada 2010. Jumlah tersebut menurun drastis pada 2012 menjadi 17.500 ekor dengan produksi susu di kisaran 115-120 ton/hari.
Untuk meningkatkan kembali produksi susu, pihaknya meminta pemerintah memberi bibit sapi perah serta lahan hijauan agar produksi susu bisa meningkat.
“Pembibitan menjadi poin utama untuk menuntaskan masalah pengurangan populasi sapi perah. Kalau pemerintah tidak memberikan bibit sapi maka target swasembada susu diyakini tidak akan pernah tercapai.”
Sementara itu, Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Barat berusaha menggenjot produktivitas susu sapi perah dengan meningkatkan jumlah sapi betina produktif dengan program rearing atau pembesaran sapi perah.
Kepala Disnak Jabar Doddy Firman Nugraha mengungkapkan sekitar 80% produksi susu untuk IPS di kawasan itu masih harus diimpor sehingga produktivitas sapi perah perlu diperhatikan lebih mendalam.
”Untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas susu dari sapi perah di Jabar, pemerintah tahun ini tidak akan mendatangkan benih bibit unggul melainkan meningkatkan efektifitas program rearing dari pelaksanaan perkawinan indukan,” katanya.
Program rearing adalah pemeliharaan sapi perah betina sejak lahir secara terprogram dengan tujuan untuk mendapatkan sapi betina yang memiliki kaki-kaki yang kuat, bentuk ambing yang baik dan alat pencernaan yang berkembang baik dalam mendapatkan produksi susu yang juga berkualitas.
Dia menjelaskan program rearing ini antara lain pemeliharaan pedet masa sapi, pemeliharaan pedet lepas sapi, pemeliharaan sapi dara, dan pemeliharaan sapi laktasi.
“Jumlah sapi betina produktif pada awal 2013 sekitar 120.000 ekor dan saat ini yang tercatat 103.000. Kami kehilangan sekitar 20.000 ekor yang diharapkan minimal dapat terpenuhi lagi dengan adanya program rearing ini.”
Banyaknya sapi yang hilang dalam setahun tersebut karena adanya pemotongan sapi perah dan tingginya kesempatan harga dari menjual daging sapi.
Selain itu pemerintah juga berharap dengan naiknya harga susu yang terjadi belakangan ini, dapat menjadi satu alasan agar para peternak dapat lebih bergairah untuk menjaga produktivitas harga susu sapi perah.
“Sebelumnya harga turun dibawah Rp3.000 per liter. Namun, belakangan harga justru meningkat hingga Rp4.000 per liter dimana pada harga Rp3.000 per liter saja banyak peternak yang sudah merasa diuntungkan,” ujarnya.(Ria Indhryani)