Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah mengklaim siap mengantisipasi risiko kenaikan suku bunga AS oleh The Fed dengan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, inflasi, dan pembiayaan agar sektor riil dalam negeri tetap tumbuh.
“Mitigasi risiko sudah dibuat Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Kemenkeu. Yang paling penting bagaimana menjaga kestabilan nilai tukar dan inflasi,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Kewirausahaan Kemenko Perekonomian Edy Putra Irawady, Selasa (25/3/2014).
Menurutnya, dua faktor tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan sektor riil, sehingga perlu dijaga secara seimbang. Kendati demikian, kestabilan arus modal juga perlu dijaga agar tidak berdampak buruh terhadap neraca pembayaran Indonesia.
Edy menilai adanya pertimbangan The Fed menaikkan suku bunga sebenarnya menjadi sentimen positif bagi dunia usaha. Menurutnya, kenaikan suku bunga AS diyakini akan menurunkan produksi AS dalam memenuhi kebutuhan warga AS.
“Kalau terjadi kenaikan suku bunga di sana, kita harus dorong kekosongan produksi di sana. Misalnya seperti CPO, tekstil, udang, ikan dan lain sebagainya. Ini peluang emas bagi Indonesia, kita harus bisa isi pasar AS,” jelasnya.
Oleh karena itu, Indonesia harus mempersiapkan insentif yang berpihak terhadap sektor riil yang berorientasi ekspor.
Dia berharap kinerja ekspor semakin menguat, sehingga defisit transaksi berjalan semakin menciut. Salah satu yang perlu diantisipasi pemerintah, yakni pembiayaan ekspor.
Seperti diketahui, The Fed atau Bank Sentral AS kemungkinan akan mengakhiri program pembelian obligasi pada akhir tahun ini, dan mempertimbangkan menaikkan suku bunga acuan pada paruh kedua 2015.