Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pajak Final konstruksi & Realestat Diusulkan Naik

Pemerintah diminta menaikkan tarif pajak final sektor konstruksi dan realestat guna meningkatkan rasio pajak (tax ratio) dari sektor konstruksi dan realestat, setelah dalam 5 tahun terakhir hanya mampu mencatatkan tax ratio 4,04%.
Proyek Konstuksi/JIBI
Proyek Konstuksi/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah diminta menaikkan tarif pajak final sektor konstruksi dan realestat guna meningkatkan rasio pajak (tax ratio) dari sektor konstruksi dan realestat, setelah dalam 5 tahun terakhir hanya mampu mencatatkan tax ratio 4,04%.
 
Pengajar perpajakan Universitas Pelita Harapan Roni Bako mengatakan tax ratio dari sektor konstruksi dan realestat terlalu rendah. Menurutnya, pemerintah harus membuat kebijakan yang lebih efektif guna menggali potensi penerimaan pajak dari sektor tersebut.
 
Dia mengusulkan pemerintah perlu menaikkan tarif pajak final lebih besar dari 5%. Hal itu dikarenakan tarif tersebut sudah berjalan sejak 10 tahun yang lalu. Apalagi, dalam kurun waktu yang sama, pertumbuhan sektor konstruksi dan realestat terus melesat.
 
“Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi setiap tahunnya. Jangan terus-terusan tarif pajak finalnya sebesar 5%. Kalau misalnya dinaikkan hingga 10%, saya yakin penerimaan pajak dari sektor tersebut bisa lebih besar lagi,” ujarnya, Rabu (19/3/2014).
 
Menurutnya, kenaikan tarif pajak final tersebut lebih realistis ketimbang menghapus pajak final. Apabila pajak final dihapus untuk sektor konstruksi dan realestat, penerimaan pajak justru berisiko menurun karena mendorong wajib pajak menjadi tidak patuh.
 
Ditanya mengenai kemungkinan kenaikan tarif pajak final terhadap sektor konstruksi dan realestat, Dirjen Pajak Fuad Rahmany hanya menjawab kebijakan tarif pajak sudah dialihkan ke Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Menurutnya, BKF lebih baik yang berkomentar terkait itu.
 
“Saya tidak mau melampaui kewenangan Kepala BKF yang lebih memiliki wewenang untuk menjawab kebijakan tarif pajak final tersebut. Apapun, hasilnya, Ditjen Pajak akan bertindak sebagai eksekutor kebijakan pemerintah,” tuturnya.
 
Dia menjelaskan  pengenaan pajak terhadap sektor konstruksi dan realestat tergolong rumit, sehingga pengawasan Ditjen Pajak dalam meningkatkan kepatuhan pajak dari sektor tersebut juga sangat sulit. Dengan kondisi itu, pajak final lebih efektif untuk diterapkan.
 
Sementara itu, pengamat perpajakan Universitas Indonesia Darussalam mengatakan sektor properti merupakan salah satu sektor yang bermasalah dalam perpajakan. Kendati demikian, dia sepakat tax ratiosektor properti sebesar 4% masih jauh dari ekspektasinya.
 
“Pengenaan PPh Final 5% dari jumlah gross, bukan penyebab inti dari kecilnya tax ratio dari penerimaan sektor properti. Saya pesimistis apabila misalnya diubah mengenakan tarif umum terhadap basis neto, tax ratiolangsung naik drastis,” ujarnya.
 
Dia menegaskan rendahnya tax ratio sektor properti tersebut dsebabkan rendahnya tingkat kepatuhan dalam bisnis konstruksi dan realestat ini. Bahkan, dia menilai karekteristik bisnis tersebut rawan terjadi penyimpangan data, seperti nilai transaksi dan lain sebagainya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper