Bisnis.com, JAKARTA - Sekretaris Kabinet Dipo Alam menyatakan hingga saat ini, Presiden SBY belum meneken Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang standarisasi tembakau sesuai amanah Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
"Sampai saat ini ratifikasi FCTC belum kami terima. Dan tidak ada yang mengatakan presiden sudah menyetujui ratifikasi FCTC. [Klaim] itu dari Kemenkes atau dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat," ujar Seskab Dipo Alam di Jakarta, Jumat (7/3/2014).
Klaim Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah setuju meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) disanggah pihak Istana Kepresidenan.
Menurut Dipo, banyak pertimbangan mengapa presiden hingga saat ini belum juga meneken Perpres tersebut. Salah satunya adalah memperhatikan nasib petani tembakau.
Saat ini, jelas Dipo, industri rokok dan tembakau petani sangat penting dalam perekonomian nasional. Dari produk itu, penerimaan negara dari cukai mencapai Rp110 triliun. Kalau digabung dengan pajak-pajak lain dari industri ini, penerimaan negara bisa mencapai Rp150 triliun . Itulah sebabnya Presiden tidak akan gegabah meratifikasi FCTC.
"Jadi, saya hendak luruskan belum ada dan tidak ada yang mengatakan bahwa presiden telah menyetujui untuk ratifikasi daripada FTCT itu," ungkapnya.
Karenanya, Dipo meminta para petani tembakau dan cengkeh tidak khawatir dan tidak melakukan aksi unjuk rasa terkait ratifikasi FCTC ini.
Selain itu, lanjut Dipo, dilihat dari segi kesehatan, masih banyak masalah lain yang lebih membunuh dibandingkan rokok. "Kan, banyak masalah kesehatan yang lebih membunuh saya kira. Contoh seperti penyakit sekarang, stroke, saya kira itu juga banyak," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan, Presiden sejak awal sudah mendukung ratifikasi FCTC. Namun diakui Nafsiah, dukungan resmi berupa penandatanganan naskah belum dilakukan.