Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Subsidi BBM Hambat Calon Investor Kilang

Kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu penghambat bagi calon investor yang ingin membangun kilang di dalam negeri, karena khawatir produk olahannya akan dibeli dengan harga di bawah keekonomian.

Bisnis.com, JAKARTA- Kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu penghambat bagi calon investor yang ingin membangun kilang di dalam negeri, karena khawatir produk olahannya akan dibeli dengan harga di bawah keekonomian.

 

Mohammad Hidayat, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, mengatakan kebijakan subsidi untuk premium dan solar menjadi hal yang dipertanyakan calon investor kilang. Apalagi, saat ini sebagian besar konsumsi BBM nasional adalah jenis BBM bersubsidi.

 

"Dari sekitar 75 juta kiloliter konsumsi BBM di semua sektor, 46,3 juta kiloliter diantaranya adalah BBM bersubsidi. Ini yang dipertanyakan calon investor, bagaimana kepastian penjualan produk hasil olahan kilangnya," katanya di Jakarta, Jumat (7/3).

 

Dalam konsultasi pasar yang dilakukan di Singapura beberapa waktu lalu, pemerintah memang memastikan akan membeli semua produk hasil olahan kilang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga menawarkan lahan di Bontang yang telah memiliki infrastruktur memadai.

 

Hidayat menuturkan selain persoalan subsidi BBM, calon investor juga mempertanyakan apakah pihaknya bisa masuk dalam industri penunjang kilang, seperti pembangunan fasilitas penyimpanan dan pengankutannya sampai stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

 

"Berdasarkan aturan, bisnis hilir migas memang terbuka. Jadi pemerintah mempersilakan siapapun yang ingin masuk ke dalamnya," ujarnya.

 

Menurutnya, hingga kini belum ada calon investor yang secara resmi mengajukan proposal untuk membangun kilang di dalam negeri. Pemerintah pun saat ini masih mengerjakan persyaratan lelang pembangunan kilang yang akan dilakukan dalam waktu dekat.

 

Susilo Siswoutomo, Wakil Menteri ESDM, sebelumnya mengatakan investor pembangunan kilang harus memiliki pasokan minyak mentah untuk diolah dikilang yang akan dibangun. Kepastian pasokan minyak mentah itu diperlukan agar operasional kilang terjamin beberapa puluh tahun ke depan.

 

“Silakan mereka [investor] mengajukan proposal, tetapi mereka harus bertanggungjawab untuk mendapatkan sumber minyak mentah yang akan diproses selama beberapa puluh tahun ke depan,” katanya.

 

Menurutnya, kebanyakan calon investor mengusulkan agar pemerintah mempernudah proses perizinan pembangunan kilang tersebut. Pemerintah pun menyanggupinya, dan akan membantu perizinan untuk calon investor tersebut.

 

Pemerintah juga mensyaratkan kilang yang akan dibangun nantinya harus dapat memproduksi bensin, solar, avtur, dan liquefied petroleum gas (LPG). Kilang tersebut juga dapat dikonfigurasi untuk memproduksi petrokimia, sehingga dapat memproduksi seluruh BBM yang dibutuhkan di dalam negeri.

 

Pemerintah mencari investor pembangun kilang melalui lelang setelah batal membiayai secara penuh pembangunanya. Mekanisme Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS) memungkinkan pihak pembangun kilang mendapatkan insentif dari pemerintah.

 

Awalnya, pemerintah yakin dapat menyediakan Rp90 triliun dari APBN dengan mekanisme tahun jamak untuk membangun kilang. Akan tetapi, berdasarkan pertimbangan kemampuan dan prioritas pendanaan negara, rencana tersebut dibatalkan.

 

Jumlah kilang yang akan dibangun di dalam negeri saat ini pun berkurang menjadi hanya satu. Padahal, sebelumnya pemerintah berencana akan membangun dua kilang dari mekanisme Kerja Sama pemerintah Swasta (KPS), dan satu kilang yang didanai APBN.

 

Saat ini Indonesia memiliki enam kilang yang mengolah 1,031 juta barel minyak mentah per hari. Keenam kilang tersebut adalah Kilang Dumai di Riau dengan kapasitas 170.000 barel per hari, Kilang Plaju di Sumsel 118.000 barel per hari, Kilang Cilacap di Jawa Tengah 348.000 barel per hari, Kilang Balikpapan di Kalimantan Timur 260.000 barel per hari, Kilang Balongan di Jawa Barat 125.000 barel per hari, dan Kilang Kasim di Papua Barat 10.000 barel per hari.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lili Sunardi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper