Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang MEA 2015, Pebisnis Kosmetik Ragukan Tenaga Kerja Lokal

Menjelang implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, pengusaha kosmetik Indonesia meragukan kemampuan tenaga kerja domestik untuk bisa bersaing dengan tenaga dari Asean lainnya.
Kosmetik produksi dalam negeri/Antara
Kosmetik produksi dalam negeri/Antara

Bisnis.com,JAKARTA--Menjelang implementasi Masyarakat Ekonomi Asean  (MEA) 2015, pengusaha kosmetik Indonesia meragukan kemampuan tenaga kerja domestik untuk bisa bersaing dengan tenaga dari Asean lainnya.

Ketua Umum Perhimpunan Pengusaha dan Asosiasi Kosmetik Indonesia (PPA Kosmetika) Putri K. Wardhani mengatakan implementasi MEA pada akhir 2015 dapat mengurangi serapan tenaga kerja dalam negeri. Dia juga tidak bisa berbuat banyak apabila pengusaha Indonesia memilih pekerja asing dari ASEAN yang dinilai lebih produktif dan menguntungkan.

“Apakah sumber daya manusia (SDM) kita mampu bersaing? Ini masih tanda tanya besar. Faktanya hanya 9,8% warga Indonesia lulusan perguruan tinggi. Sedangkan 40% lebih didominasi lulusan SD hingga SMP, SMA,” terangnya kepada Bisnis, Selasa (4/3/2014).

Dia menuturkan bagi perusahaan yang sudah go international, MEA bisa membawa banyak kemudahan. Asalkan negosiasi pemerintah dengan negara-negara Asean lainnya berimbang dan komprehensif. Putri menambahkan apabila dengan MEA tenaga kerja terdidik Indonesia bisa otomatis mendapat izin kerja dengan mudah, maka hal ini bisa juga menguntungkan.

Pihaknya meminta kepada pemerintah dan asosiasi pekerja sektoral perlu lebih jauh mempersiapkan perangkat-perangkat sertifikasi, standardisasi yang sudah ada apakah sudah cukup melindungi tenaga kerja Indonesia.

“Kalau perangkat kita lebih lemah, maka jadilah negara ini sebagai lapangan kerja terempuk bagi pencari kerja dari Asean. Ini bahaya sekali,” terangnya.

Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Roy A Sparringa mengatakan berbicara MEA 2015 yakni bagaimana MRA bisa disepakati antara negara ASEAN.

“Bagaimana merekognisi mengenai kepatuhan industri atau conformity assessment setiap negara bisa saling mengakui, itu dulu. Tapi bukan berarti produk mereka yang daftar di sini bebas beredar, kalau untuk produk makanan dan obat tidak seperti itu,” papar Roy 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Khamdi
Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper