Bisnis.com, BANDUNG — PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) meresmikan fasilitas produksi kabel dan aksesoris serat optik serta pabrik berbasis radio frequency identification (RFID) berkapasitas besar.
Direktur Utama INTI Tikno Sutisna mengatakan pabrik ini kembali beroperasi setelah pihaknya lewat anak perusahaan PT INTI Pindad Mitra Sejati (IPMS) membentuk perusahaan patungan dengan Global Optic Communication (GOC) asal Korea Selatan bernama PT INTI Global Optical Communication. Dimana IPMS memegang 25% saham, sementara sisanya dimiliki GOC.
Menurut Tikno pihaknya menargetkan fasilitas produksi yang berbasis di pabrik lama PT INTI ini mulai berjalan Maret 2014. Berdiri di atas lahan seluas 80.000 meter persegi, Tikno mengaku jika sudah 15 tahun pabrik ini tidak beroperasi. Kapasitas pabrik ini sendiri untuk produksi kabel fiber optic dengan 3 unit mesin berkapasitas 7 juta meter per tahun atau 6.000 meter per bulan.
Sementara 48 mesin RFID berkapasitas produksi setiap mesinnya 12 juta-15 juta unit RFID tag per tahun. Menurutnya kapasitas ini untuk tahap awal diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan klien dan pasar lokal INTI.“Kami berharap kapasitas ini bisa diserap untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, karena leg antara kebutuhan nasional serta kapasitas nasional masih jauh,” katanya di Bandung, Jumat (28/2).
Untuk kabel serat optik, pihaknya mengaku menangkap peluang besar karena konsumen dari sektor bisnis telekomunikasi, broadcasting, dan internet menunjukan tren positif dengan proyeksi pertumbuhan sekitar 22,5% per tahun. “User kami bukan hanya PT Telkom, tapi juga First Media dan lainnya yang mungkin sebagian masih [mengandalkan] impor,” katanya.
Prospek bisnis lain yang bisa dipasok dari kabel serat optic adalah peluang besar pihaknya menggarap kerangka kerja konektivitas nasional pembangunan infrastruktur broadband yang masuk dalam agenda MP3EI. Adapula menurutnya potensi untuk meraih pasar 35 juta broadband homepass dan lainnya.
Sementara untuk RFID, jika dikaitkan dengan program system monitoring dan pengendalian BBM (SPMBBM) permintaan produk elektronik berbasis RFID diprediksi bisa tumbuh sekitar 10%. Proyeksi ini menurut Tikno diambil dari jumlah kendaraan saat ini sebanyak 100 juta unit meliputi 11 juta mobil penumpang, 80 juta motor, 3 juta bus dan 6 juta truk. “Untuk RFID targetnya kenaikan 10% bisa dipasok dari sini,” ujarnya.
INTI sendiri masih merahasiakan nilai investasi dengan GOC dalam menghidupkan kembali pabrik ini. Menurutnya dalam proyek patungan ini pihaknya bertugas menyiapkan gedung dan fasilitas, sementara GOC turut memasok mesin dan bahan baku. Tikno memprediksi jika sudah diproduksi di Bandung maka tingkat komponen dalam negeri (TKDN) mencapai 30%.
Meski tak mengantongi saham dominan, beberapa aspek penjualan ditentukan oleh INTI. Menurutnya dalam kerjasama ini pihaknya kemungkinan bisa membuka peluang pasar ekspor seperti ke Australia dan negara ASEAN. “Daripada Australia beli langsung ke Korea, mending dari sini karena lebih dekat,” katanya.
Tikno mengaku meski ada peluang pihaknya tak terburu-buru menggarap pasar ekspor. Karena kapasitas yang ada saat ini masih difokuskan untuk kebutuhan lokal. Saat ini pabrik tersebut baru bisa mempekerjakan sekitar 120 karyawan dalam dua shift. “Dari sisi kapasitas masih sangat kurang karena belum shift ketiga,” katanya.
Di tempat yang sama, Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin C Triharso mengatakan saat ini di Kemenperin ada 7 perusahaan kabel serat optik di luar INTI yang difasilitasi dan memiliki kapasitas 6 juta meter per bulan dan total 1,8 miliar meter per tahun. “Sementara kebutuhan untuk 2015 bisa mencapai 75 juta meter targetnya, yang sudah terpasang 60 juta, artinya ada sisa 15 juta meter,” katanya.
Menurutnya angka ini baru kabel yang terhubung dari data center ke titik-titik data belum sampai ke rumah tangga. Sementara untuk ke rumah tangga Indonesia yang berjumlah 60 juta belum terhubung dengan kabel serat optik. “Kita berharap ini bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri,tapi kita harus lihat kapasitasnya dan nilai ekonominya,” katanya.
Triharso menilai kehadiran pabrik ini bisa mendukung pertumbuhan industri telematika yang bernilai strategis. Kementerian sendiri saat ini tengah mendorong agar Kementerian Keuangan menyediakan dana riset untuk industri telematika. “Bentuknya sedang kami rumuskan,karena ini ditunggu-tunggu. Industri elektronika dan telematika dimana-mana kuat karena riset, karena itu harus didorong,”