Bisnis.com, JAKARTA - Merek pakaian mewah Inggris, Burberry, membuat komitmen kepada publik untuk menghapuskan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dari rantai pasokannya per 1 Januari 2020.
Keputusan Burberry ini disampaikan setelah adanya tekanan publik selama dua minggu pada saluran sosial media mereka yang mencapai jutaan pengunjung. Selanjutnya disusul dengan aksi protes oleh para aktivis pekanini di toko-toko Burberry dari Beijing, Jakarta hingga Meksiko.
Ilze Smit Juru kampanye Detox Greenpeace International dalam pers rilis yang diterima Bisnis, Jumat (7/2/2014), mengatakan komitmen Burberry untuk menyingkirkan monster kecil berbahaya membuka bab baru dalam kisah fashion yang bebas toksik.
"Dengan mengambil langkah yang bersejarah ini, Burberry telah mendengarkan tuntutan pelanggan, bergabung dengan jajaran merek-merek yang bertindak atas nama orang tua diseluruh dunia, untuk menciptakan akhir yang bahagia bagi mimpi buruk beracun ini."
Sebagai bagian dari komitmennya untuk menghilangkan semua bahan kimia berbahaya dari semua produk yang diproduksi dan dijual, prioritasnya jatuh kepada produk pakaian.
Selain itu, selambat-lambatnya pada akhir Juni 2014, Burberry akan mulai mengungkapkan pembuangan bahan kimia dari pemasoknya di kawasan Selatan. Dan selambat-lambatnya pada 1 Juli 2016, Burberry telah berkomitmen untuk menghilangkan semua bahan kimia fluorinated dari rantai pasokannya.
Berita ini menyusul investigasi Greenpeace yang mengungkapkan adanya bahan kimia berbahaya, termasuk zat beracun yang mengganggu sistem hormon, di dalam pakaian anak-anak yang dibuat oleh 12 merek seperti Disney, adidas dan Primark .
Banyak dari bahan kimia ini sekarang tersebar luas di lingkungan kita, setelah dibuang bertahun-tahun lamanya ke saluran air dan sungai-sungai di seluruh dunia baik saat proses produksi pakaian ataupun saat dicuci setelah produk tersebut dibeli.
"Langkah Burberry merupakan terobosan di sektor pakaian mewah dan peningkatkan standard untuk dikejar para pesaingnya. Dengan adanya Fashion Weeks beberapa saat lagi, merek-merek seperti Versace dan Louis Vuitton bisa saja tertinggal di belakang bila tidak juga berkomitmen untuk Detox. Dari mulai merek pakaian sederhana hingga mewah, kita memiliki hak untuk menuntut pakaian kita terbebas dari bahan kimia berbahaya dan industri pakaian memiliki tanggung jawab untuk melakukan sesuatu tentang hal itu,”tambah Smit.
Hal serupa diungkapkan oleh Ahmad Ashov Birry, Juru kampanye Detox Greenpeace Indonesia, “Peristiwa ini, bersama dengan komitmen 18 perusahaan pakaian besar lainnya, tidak hanya menjadi berita baik bagi konsumen akan tetapi juga menjadi awal yang baik bagi masyarakat Indonesia secara luas, termasuk masyarakat di pinggiran sungai seperti Sungai Citarum di Jawa Barat yang menjadi pusat produksi tekstil nasional.
Pemerintah Indonesia harus segera beraksi untuk melindungi masyarakat, generasi mendatang dan lingkungan dari dampak negatif bahan-bahan kimia berbahaya dan mendorong industri nasional untuk menuju nol pembuangan bahan kimia berbahaya beracun.”
Kampanye Detox Greenpeace sendiri diluncurkan pada tahun 2011. Kampanye ini menyerukan kepada merek-merek ternama untuk mengeliminasi bahan-bahan kimia berbahaya dari rantai pasokan mereka pada 2020 dan mendesak pemerintah untuk berkomitmen terhadap nol pembuangan bahan kimia berbahaya dalam satu generasi.
Berkat tekanan publik, 19 perusahaan pakaian besar telah berkomitmen untuk Detox dan banyak yang telah melakukanlangkah-langkah progresif menuju komitmen mereka.