Bisnis.com, JAKARTA - Setelah pembahasan soal harga patokan mineral oleh Ditjen Mineral dan Batubara dengan pelaku usaha dan Kadin Indonesia tuntas, pemerintah diminta transparan terkait dengan implementasi kebijakan hilirisasi tersebut.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengungkapkan keterbukaan itu diperlukan agar masyarakat mudah untuk mengawasi kebijakan itu.
Dia menilai dengan dibolehkannya komoditas tertentu untuk melakukan ekspor produk tambang tanpa pemurnian alias konsentrat, pemerintah telah kehilangan pendapatan negara dan sirnanya kepastian pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian dari pelaku usaha.
Menurutnya, kebijakan ekspor konsentrat itu harus berlaku pada semua jenis produk mineral dan tidak menghiraukan kepentingan perusahaan tertentu.
"Ini sebenarnya menunjukkan pelanggaran yang dilakukan pemerintah, ada yang boleh ekspor ada yang tidak," katanya dalam rilis yang diterima Bisnis, Kamis (30/1/2014).
Dia berencana untuk menggugat kebijakan pemerintah ini. Pihaknya mengaku sedang mempersiapkan materi gugatan untuk diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Sementara itu, pengamat pertambangan dari Perhimpunan Ahli Tambang Indonesia Budi Santoso menuntut pemerintah untuk memiliki rencana jangka panjang yang jelas terkait kebijakan ekspor konsentrat hingga 2016.
Dia mengkhawatirkan kejadian perpanjangan hilirisasi akan terulang kembali dengan memunculkan ketidaksiapan dari pelaku usaha sehingga implementasi UU No.4/2009 ditunda. "Roadmap itu harus dibentuk, disahkan dan dijalankan sekarang," ujarnya.
Roadmap itu, jelasnya, berisi soal besaran cadangan setiap mineral, kemungkinan skala dan jumlah smelter yang dapat dibangun untuk setiap mineral, penyebaran dengan mempertimbangkan kesiapan infrastruktur dan hilirisasi penunjang industri sehingga smelter tersebut ekonomis.
Pemerintah juga harus memonitoring kendala-kendala dan berkoordinasi dengan perusahaan tambang soal perkembangan yang sudah dilakukan pelaku usaha dalam setiap tahapannya.