Bisnis.com, MALANG - Hujan deras disertai angin kencang mengakibatkan produksi mawar di Kota Batu, Jawa Timur, merosot 50%. Penyebabnya mawar keburu rusak sebelum dipanen.
H. Sulkan, Ketua Asosiasi Petani Mawar Kota Batu, mengatakan dalam kondisi normal lahan 1 hektare bisa menghasilkan sedikitnya 100.000 tangkai per hari. Namun, akibat hujan deras tersebut produksi tidak lebih dari 50.000 tangkai.
“Kondisi tersebut diperburuk dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan petani menjadi naik sekitar 40%,” kata Sulkan di Batu, Selasa (28/1/2014).
Tingginya biaya produksi tersebut akibat serangan hama maupun penyakit pada tananaman mawar selama musim penghujan. Agar mawar tidak rusak petani harus melakukan penyemprotan lebih banyak dibandingkan saat normal.
Jika cuaca normal penyemprotan dilakukan seminggu sekali. Pada waktu hujan penyemprotan dilakukan sepekan dua hingga tiga kali. Akibatnya biaya untuk membeli obat dan fungisida menjadi naik.
“Sekali semprot per drum atau ukuran 200 liter membutuhkan lima sampai enam botol obat. Per botol obat harganya Rp70.000-Rp75.000,” jelas dia.
Jika tidak disemprot, tanaman mawar akan terserang hama dan penyakit. Kondisi tersebut belum termasuk mawar yang jatuh dan rusak akibat guyuran hujan dan terpaan angin kencang.
Situasi juga tidak didukung dengan harga jual mawar yang mencapai Rp600-Rp1.000 per tangkai. Akibatnya, saat permintaan pasar tinggi, petani tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan. “Kami mengutamakan pelanggan tetap,” ujarnya.
Setiap hari tak kurang 20.000-25.000 bunga mawar asal Kota Batu dijual di sejumlah kota besar mulai Jakarta, Solo, Jogja, Semarang, hingga Bali dan Kalimantan.
Pasokan tersebut dari sekitar 120 petani mawar di Kota Batu dengan lahan 60 hektare. Para petani bergabung ke dalam enam kelompok tani. “Penjualan bunga mawar ke luar kota juga terkendala banjir. Sehingga tidak sedikit diantara anggota yang menjual mawar ke pasar lokal di sekitar Malang saja.”