Bisnis.com, JAKARTA - PT Freeport Indonesia belum bersedia mengungkapkan angka bea keluar konsentrat tembaga yang diusulkan kepada pemerintah, menyusul pertemuan eksekutif perusahaan ini dengan pemerintah Indonesia.
Presiden Direktur Freeport Rozik B. Soetjipto mengakui telah menemui Kementerian Keuangan. Namun, dia enggan menjawab hasil dari pertemuan yang diadakan Senin (20/1/2014). "Belum ada usulan," ujarnya singkat, Rabu (22/1/2014).
BK ekspor yang di keluarkan oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan dinilai terlalu berat untuk kalangan pengusaha. Menanggapi penolakan ini, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sempat mengatakan tidak akan menerima usulan penurunan BK dari pengusaha.
"Sekarang yang kuat siapa, pemerintah atau pengusaha?" katanya.
Saat ini pemerintah tengah membahas harga patokan mineral (HPM) khususnya untuk komoditas pasir besi, timbal, dan seng. HPM komoditas tembaga sendiri telah ditentukan oleh pemerintah senilai 15%-20%. Artinya, kadar tembaga di dalam konsentrat tembaga harus senilai 15%-20% agar bisa diekspor.
Freeport tengah menjalin kerja sama studi kelayakan (feasibility study/FS) dengan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). Vice President Corporate Communications Freeport Daisy Primayanti mengatakan nilai dari proyek smelter akan melebihi investasi pembangunan PT Smelting di Gresik.
Dalam FS tersebut beberapa pihak seperti ITB, Lipi, dan PT Petrokimia Gresik juga terlibat. Meski demikian Freeport masih bungkam berapa kapasitas dan smelter apa yang akan dibangun.