Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan menunda penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk usaha kecil menengah (UKM) yang memiliki modal rata-rata di bawah Rp500 juta selama 1 tahun ke depan.
"Atas permintaan pemangku kepentingan, pelaksanaan penerapan SVLK untuk UKM yang dimulai pada 1 Januari 2014 direvisi dan pelaksanaannya diundurkan sampai satu tahun," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi, saat melakukan diskusi dengan media, Senin (30/12).
Bachrul menjelaskan Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 81/M-DAG/PER/12/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.
"Berbagai pihak meminta pertimbangan penangguhan ke UKM agar bisa tetap menjalankan usahanya di luar Uni Eropa," ujar Bachrul.
Penangguhan tersebut dikhususkan bagi UKM yang bermodalkan Rp100 juta hingga Rp500 juta dan untuk tujuan diluar Uni Eropa.
Bachrul menjelaskan ekspor Indonesia untuk produk kayu diluar pulp and paper mencapai US$3,50 miliar yang terbagi sebesar US$511 juta di pasar Uni Eropa dan sebesar US$2,9 miliar di pasar lainnya.
"Dari potensi pasar di luar Uni Eropa senilai kurang lebih US$2,9 miliar itu sebanyak 30% diisi oleh produk-produk UKM, atau kurang lebih senilai US$900 juta, dan jika tidak diberikan penangguhan maka akan ada potensi kerugian sebesar itu," ujar Bachrul.
Saat ini, lanjut Bachrul, dari kurang lebih sebanyak 3.500 UKM di Indonesia baru sebanyak 637 perusahaan yang telah menerapkan SVLK dimana didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar saja.
Bachrul mengatakan pelaku usaha UKM tersebut akan tetap bisa melakukan ekspor produk kayu ke negara-negara lain selain Uni Eropa, namun dalam kurun waktu satu tahun juga akan dilaksanakan program perbantuan SVLK untuk UKM baik dari Kementerian Perdagangan ataupun kementerian terkait lainnya.
Menurut dia, penerapan SVLK yang akan dilakukan mulai 1 Januari 2014 tersebut membutuhkan biaya yang relatif lebih kompetitif jika dibandingkan sistem serupa yang dilakukan oleh lembaga lainnya.
Selain itu, lanjut Bachrul, pemerintah juga berencana menerapkan SVLK tersebut untuk produk-produk kayu impor yang hingga September 2013 nilainya mencapai 297,84 juta dolar AS sementara pada 2012 lalu mencapai 401,2 juta dolar AS.
"Negara-negara di Asean paling tidak membutuhkan waktu kurang lebih dua sampai tiga tahun untuk mempersiapkan sistem itu, sementara kita sudah siap," kata Bachrul yang juga mengatakan bahwa saat ini baru ada 14 perusahaan yang memberikan sertifikasi yang diharapkan bisa terus meningkat.
Bachrul menjelaskan rencana Kementerian Perdagangan untuk menerapkan SVLK bagi produk kayu impor tersebut sudah mendapat sinyal positif dari kementerian terkait meskipun nantinya akan mendapatkan tantangan saat pelaksanaan khususnya terkait dengan Mutual Recognition Agreement (MRA).
Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan SVLK yang merupakan sertifikat jaminan legalitas kayu untuk memberikan kepercayaan publik melalui jaminan lacak balak kayu, bahwa pasokan kayu berasal dari sumber yang legal dan memenuhi persyaratan peraturan yang sah (legal compliance).
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah juga menginginkan adanya sistem yang sama untuk produk-produk kayu yang akan masuk ke Indonesia.
Data dari Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) atau Licence Information Unit (LIU) Kementerian Kehutanan menunjukkan, hingga akhir April 2013, dokumen ekspor tersebut telah diterbitkan lebih dari 24.000 unit ke 139 negara tujuan, termasuk 26 negara Uni Eropa. (Antara)
Kementerian Perdagangan Tunda Penerapan SLVK bagi UKM
Kementerian Perdagangan menunda penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk usaha kecil menengah (UKM) yang memiliki modal rata-rata di bawah Rp500 juta selama 1 tahun ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Bambang Supriyanto
Editor : Bambang Supriyanto
Topik
Konten Premium