Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Mineral Dibolehkan, Pemerintah Tetapkan Kadar Pemurnian

Pemerintah akan mengatur kadar pemurnian mineral yang boleh diekspor dalam peraturan pemerintah menjelang pelarangan pengapalan mineral mentah mulai 12 Januari 2014.

Bisnis.com,  JAKARTA – Pemerintah akan mengatur kadar pemurnian bijih mineral yang boleh diekspor dalam peraturan pemerintah menjelang pelarangan pengapalan mineral mentah mulai 12 Januari 2014.

Peraturan Pemerintah itu akan menjadi payung hukum yang memberikan keleluasaan kepada pemegang kontrak karya untuk mengekspor mineral setengah mentah alias belum dimurnikan 100%.

“PP yang baru ini akan memberikan penjelasan tambahan, rincian tentang apa yang disebut pemurnian dan pengolahan. Nanti jelas berapa kadar pemurnianyang boleh diekspor. Kira-kira begitu,” kata sumber di Kementerian Perdagangan hari ini, Jumat (27/12/2013).

Pasalnya, terdapat kelemahan dalam UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara maupun beleid turunannya, seperti PP No 24/2012 dan Permen ESDM No 20/2013, yang tidak menyebutkan definisi pemurnian.

Larangan ekspor mineral mentah yang tersirat dalam pasal 170 UU Minerba hanya menyebutkan pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU diundangkan.

UU maupun PP tidak menyebutkan berapa persen kadar pemurnian yang boleh dikapalkan. Dengan demikian, sekalipun hanya mengekspor mineral setengah mentah, hal itu tidak akan menyalahi UU.

“Konsentrat tetap dapat diekspor, cuma berapa kadarnya, apakah itu 10%, 30%, 40%, itu yang akan diatur dalam PP,” lanjut sumber itu.  

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, lanjutnya, yang akan menentukan kadar tersebut.

Wakil Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menyadari pelarangan ekspor mineral mentah akan berpengaruh terhadap neraca pembayaran dan penerimaan negara yang berkurang dari sektor pertambangan.

Namun, lanjutnya, UU Minerba harus konsisten dijalankan. “Tahun 2014 pasti tidak akan sebagus yang kita bayangkan, penerimaan negaranya, neraca pembayarannya. Tapi, yang penting 2016-2017, keadaan jauh lebih baik,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper