Bisnis.com, JAKARTA—PT Freeport Indonesia bakal menurunkan produksi konsentrat tembaga hingga 40% mulai tahun depan agar bisa diolah di PT Smelting Gresik untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan UU No. 4/2009.
Presdir Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto mengatakan perusahaan Amerika Serikat tersebut menyiapkan beberapa skenario untuk menghadapi tenggat waktu beleid regulasi itu yaitu 12 Januari 2014.
Penurunan produksi itu merupakan salah satu opsi. Opsi kedua, bila tingkat produksi sebanyak 40% semakin lama tidak ekonomis, Freeport berencana menutup produksinya.
“Kami juga memang ada rencana untuk mengajukan arbitrase, tetapi pilihan itu sangat kami hindari, karena tentunya terlalu merepotkan,” ujarnya, seperti dikutip Harian Bisnis Indonesia, Jumat (13/12/2013).
Meski demikian, perusahaan yang menandatangani perjanjian Kontrak Karya pertama kali pada 1967 ini tengah menyiapkan dua jalur untuk mendukung penghiliran di dalam negeri.
Jalur pertama adalah menjalin kerja sama dengan tiga calon investor yang membangun smelter yaitu PT Indovasi Mineral, PT Nusantara Smelting, dan PT Indosmelt.
Jalur kedua adalah mengadakan studi kelayakan (feasibility study/FS) untuk menguji nilai keekonomian smelter bila dibangun di Gresik dan di Papua. FS tersebut dilakukan bersama lembaga dari Kanada bernama Hedge.
“Kami bisa memutuskan dan siap menerapkan rencana yang sudah disusun setelah melihat hasi FS pada pertengahan Januari 2014,” ujarnya.
Freeport mengakui telah mengajak beberapa pihak, termasuk PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Semen Gresik dan PT Pe trokimia Gresik untuk meninjau ulang studi kelayakan smelter mencakup pengolahan dan pemurnian hingga lumpur anoda.
Langkah yang diambil Freeport itu juga sama dengan yang dilakukan PT Newmont Nusa Tenggara. Menurut Presdir Newmont Martiono Hadianto dalam rilisnya pada Selasa (10/12), perseroan kini tengah mengkaji kemungkinan pembangunan smelter di dalam negeri.