Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menyatakan tidak akan memberikan keistimewaan kepada Jepang terkait dengan pemberlakuan aturan Undang-Undang No.4/2009 mengenai Mineral dan Batu Bara.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan, Selasa malam (10/12) pihaknya bersama menteri terkait lainnya akan menemani Presiden SBY bertandang ke Jepang untuk melakukan bilateral meeting mengenai metropolitan priority area. Dalam kunjungan tersebut, pemerintah Indonesia dan Jepang juga akan membahas mengenai aturan Minerba yang akan berlaku pada awal 2014.
“Kemungkinan akan diagendakan juga pembahasan itu (aturan Minerba). Yang pasti prinsipnya tidak akan ada keistimewaan, keputusan DPR beberapa waktu lalu menyatakan aturan akan berjalan, dan ekspor akan dilarang bagi perusahaan yang belum memiliki smelter,” kata Hidayat di Jakarta, Selasa (10/12/2013).
Menurutnya, pemerintah sudah memberikan masa transisi selama 5 tahun untuk dimanfaatkan. Seharusnya, Jepang bisa memanfaatkan dengan baik masa transisi tersebut untuk membangun smelter. “Sekarang, menurut undang-undang, batasnya sudah berakhir, DPR memutuskan sesuai dengan aturan, kami akan bicara dengan DPR dan dunia usaha.”
Hidayat menegaskan aturan tersebut benar—benar akan berlaku dan tidak ada pilih kasih, termasuk untuk Jepang. “Saya katakan tidak ada keistimewaan, tidak ada juga hubungannya dengan selesainya negosiasi Inalum, ini murni aturan,” jelas Hidayat.
Perlu diketahui, dari Indonesia, Jepang membeli bauksit, nikel, dan tembaga (konsentrat) dalam jumlah yang tidak sedikit. Di antara bahan mineral tersebut, nikel merupakan komoditas terbesar. Pada 2011, Indonesia memasok 1,95 juta ton atau sekitar 53% kebutuhan Jepang. Bahkan, hingga November 2012, total impor nikel Jepang mencapai 4,25 juta ton. Kemudian, Jepang juga mengandalkan konsentrat tembaga dari Indonesia.
Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yoshinori Katori mengatakan pihaknya masih akan mendiskusikan secara internal (pemerintah Jepang) mengenai aturan Minerba yang akan berlaku pada 2014 di Indoensia nantinya. Menurutnya, Jepang mengimpor mineral dalam jumlah besar dari Indonesia.
“Hingga saat ini, kami concern apa yang terjadi. Debat terus berlangsung dengan pemerintah Indonesia,” katanya usai acara penandatanganan termination agreement Inalum.
Katori mengatakan, pihak swasta Jepang sebenarnya banyak yang ingin masuk berinvestasi smelter di Indonesia. Hanya saya, masih membutuhkan waktu untuk mempersiapkan diri. Ketika ditanya, apakah pihaknya mendukung adanya aturan minerba ini, pihaknya tidak menjawabnya dengan gamblang. “Tidak bisa dikatakan seperti itu, tetapi kami berhati-hati berdiskusi soal ini. Pemerintah Jepang watch carefully soal debat ini.”
Perlu diketahui, DPR sudah memutuskan aturan UU No.4/2009 akan tetap berlaku pada Januari 2014. Sebanyak tujuh fraksi menolak dengan tegas usulan agar produk tambang tertentu memperoleh fasilitas relaksasi ekspor bijih dan konsentrat.
Tetap berlakunya aturan ini, sejalan dengan pandangan pelaku bisnis dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, sejak awal pihaknya meminta agar pemerintah tegas dalam melaksanakan aturan Undang-undang Minerba. Bila nantinya pemerintah memberikan toleransi ekspor, diharapkan ada aturan pelaksana yang mengatur sanksi bagi perusahaan yang ingkar janji.