Bisnis.com, JAKARTA- Sekolah penerbangan Alfa Flying School menggelar Wing Day sebagai apresiasi bagi para siswa yang telah berhasil melalui proses pendidikan dan pelatihan selama 18 bulan. Pada acara itu, Alfa Flying School melantik 25 wisudawan sebagai pilot yang siap diterjunkan ke dunia penerbangan.
Direktur Operasi yang juga Kepala Sekolah Alfa Flying School Djoko Surono mengatakan para siswa telah mendapat ground course maupun flight training dengan dengan silabus berstandar internasional.
Selain itu, katanya, para instruktur pun terdiri dari para profesional dan berpengalaman di empat lokasi penerbangan yang memiliki karakteristik cuaca dan pengendalian pesawat yang berbeda-beda dengan rata-rata 217 jam terbang.
"Lulusan kita 217 jam terbang. Itu paling tinggi diantara flying school. Ada yang cuma 150 jam sudah dinyatakan lulus," ujarnya, Selasa (10/12/2013).
Hingga saat ini, katanya, sekolah yang berdiri pada 2007 lalu itu telah melahirkan 185 lulusan dengan sertifikasi private pilot license (PPL), commercial pilot license (CPL) dan instrument rating (IR) yang telah terserap ke pelbagai operator penerbangan baik maskapai dalam negeri maupun luar negeri.
Lebih lanjut Djoko mengungkapkan, pihaknya juga akan membuat kerja sama dengan sejumlah maskapai untuk menggunakan jasa para wisudawannya. Untuk merealisasikannya, pihaknya terus melakukan penjajakan dengan dua maskapai lokal yakni Garuda Indonesia dan Airasia.
"Kita memang kerja sama. Beberapa waktu kita sudah rintis baik dengan Garuda dan Airasia. Tetapi wacana masih kita jalani terus," ucapnya.
Prosesi wisuda 2013 yang digelar di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan Jakarta itu resmi diadakan dengan disematkannya wing penerbang yang dipasangkan kepada wisudawan.
Djoko menambahkan, kendala yang dialami selama ini adalah minimnya bahan bakar pesawat menyusul bahan bakar avgas yang tidak lagi diproduksi oleh Pertamina. Kendala lain, tingginya pajak masuk bagi pesawat latih yang didatangkan dari luar negeri.
Dalam Undang-undang Penerbangan, sambungnya, pesawat latih tidak termasuk dalam kategori pesawat komersil sehingga dianggap sebagai barang mewah yang mengakibatkan pajak masuk tinggi.
Selain itu, perekrutan SDM instruktur pesawat juga sangat sulit. Instruktur yang merupakan pilot berpengalaman lebih memilih bekerja di maskapai penerbangan ketimbang menjadi pelatih calon pilot.
"Pilot kalau sudah masuk air line sudah mantap dan nyaman, untuk jadi instruktur kurang berminat. Makanya cari instruktur juga susah," ujarnya.
Training area, sambungnya, juga menjadi kendala bagi sekolah penerbangan menggunakan bandara tipe B yang masih menyatu dengan pesawat berjadwal.