Bisnis.com, BANDUNG--Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengenjot daya saing usaha perkebunan teh dengan melaksanakan program Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional (GPATN).
Peningkatan tersebut sebagai respons terhadap kondisi persaingan pasar ekspor yang dituntut semakin kompetitif, terutama dengan Kenya yang dilirik Inggris sebagai pasar teh terbesar dunia.
Kabid Pengolahan dan Pemasaran Usaha Perkebunan (PPHP) Dinas Perkebunan Jabar Setra Yuhana mengungkapkan pasar teh dunia terjadi perubahan kiblat ke ke Kenya, khususnya di pasar Eropa yang tadinya berorientasi ke Sri Lanka, India, dan Indonesia.
"Inggris sebagai negara terdepan di bidang industri hilir produk teh, mengalihkan konsentrasinya ke Kenya," ungkapnya kepada Bisnis, Senin (25/11/2013).
Menurutnya, situasi tersebut telah mempengaruhi struktur perdagangan teh dunia, dan berkorelasi terhadap pembentukan harga, penguasaan pangsa pasar, dan pola distribusi barang di Indonesia.
Selain itu, daya saing produk teh Indonesia menjadi lemah dan menurunkan harga teh Indonesia. Oleh karena itu, Disbun berusaha membangun kemitraan dengan Inggris sebagai upaya untuk menangkap tren pasar dan strategi perdagangan di Inggris.
Tak hanya itu, pihaknya juga ingin mengetahui peran dan posisi Indonesia bagi industri hilir usaha teh di Inggris, serta mencari peluang perdagangan dan kemitraan guna memajukan pertehan di Jawa Barat, khususnya teh rakyat.
"Industri hilir pertehan seperti Finley, Lepton, Titley, dan industri lainnya secara khusus telah membangun kebun dan memperluas pertanaman teh di Kenya," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator National Reference Group on Tea Indonesia Iyus Supriatna mengatakan meningkatnya alih fungsi lahan membuat popularitas produk teh Indonesia menjadi tenggelam.
Menurutnya, dalam 13 tahun terakhir perkebunan produk teh di Jabar mengalami penurunan sekitar 32.000 hektare, dan otomatis menurunkan produktivitas. "Dari sekitar 150.000 hektare luas areal perkebunan teh Jabar, kini yang tersisa hanya 96.000 hektare akibat alih fungsi lahan di kawasan pegunungan," ungkapnya.
Selain itu, populasi pohon teh rakyat hanya sekitar 7.000 pohon, sementara idealnya petani harus memiliki 12.000 pohon.
Iyus menilai diperlukan adanya upaya bersama untuk mengganti areal perkebunan teh yang menyempit, serta pemadatan populasi tanaman secara bertahap. "Teknologi dan sumber daya alam juga harus dapat ditingkatkan agar kualitas produk teh bisa berdaya saing," tegasnya.