Bisnis.com, JAKARTA -- Istana mengakui fokus pemerintah saat ini lebih mengutamakan menjaga inflasi dan mengendalikan defisit neraca pembayaran lebih dahulu, baru kemudian menjaga pertumbuhan ekonomi.
Hal itu disampaikan oleh Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah menanggapi kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan kembali suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan ini.
"Yang penting bagaimana tekanan inflasi tidak terlalu tinggi dan defisit neraca pembayaran juga bisa dikendalikan. Bank Indonesia melihat perlu adanya stabilisasi di sisi demand, mungkin dengan dinaikkannya 25 basis poin maka tekanan inflasi dari sisi demand bisa dikendalikan," ujarnya di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/11/2013).
Firmanzah mengakui kenaikan suku bunga acuan akan sedikit mengerem investasi dan konsumsi masyarakat. Namun dia mengaku dapat menganalisa mengapa BI masih perlu menaikkan suku bunga acuannya.
Dia menjelaskan di samping tantangan eksternal berupa pembahasan ulang defisit anggaran dan rencana pengurangan stimulus moneter AS, pemerintah juga menghadapi tantangan internal. Di tingkat domestik, pemerintah masih menghadapi tekanan dari tingginya defisit neraca pembayaran.
"Hal itu [menaikkan BI Rate] dilakukan sebagai upaya stabilisasi ekonomi. Jadi secepatnya kita harus menyelesaikan masalah-masalah internal kita," katanya.
Terkait hal itu, ujarnya, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan BI. Sementara itu, pemerintah melalui kebijakan fiskal akan terus memberdayakan sektor riil dengan menjaga investasi dan daya beli tetap terjangkau. Pemerintah juga akan mendorong belanja pada kuartal IV.
"Apa yang sudah diputuskan BI ini akan menjadi pertimbangan. Pemerintah sangat menghargai apa yang sudah diputuskan BI dan tetap bekerjasama. Tidak hanya BI, tetapi juga LPS dan OJK," katanya
Menurut Firmanzah, fokus dari Presiden adalah menjaga daya beli masyarakat, ketersediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pemerataan pembangunan investasi di luar Pulau Jawa.
"Itu yang menjadi agenda-agenda penting. Tiongkok dan India juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Kalau kita dorong pertumbuhan lebih tinggi, tentunya akan berisiko terhadap defisit. Impor juga akan sangat tinggi," katanya.
Lebih lanjut Firmanzah menuturkan jika dibandingkan dengan periode 2008 ketika BI Rate sempat mencapai angka 9%, rate saat ini masih dapat diterima. "Ketika pada kuartal III kemarin BI Rate sempat naik menjadi 6,25%, investasi pada kuartal IV masih meningkat," ujarnya.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Selasa (12/12/2013) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 7,5%.
"Yang terpenting saat ini adalah ekonomi Indonesia perlu stabilisasi. Tujuan utamanya bersama-sama mengurangi defisit neraca pembayaran. Inflasi juga bisa dikendalikan," ujarnya.
Besok (Kamis, 14/11/2013), lanjutnya, Presiden akan menggelar rapat kabinet paripurna. "Tentunya BI dan OJK akan hadir. Sinkronisasi kebijakan itu akan kami lakukan."
Firmanzah: Kenaikan BI Rate Sejalan dengan Prioritas Pemerintah
Istana mengakui fokus pemerintah saat ini lebih mengutamakan menjaga inflasi dan mengendalikan defisit neraca pembayaran lebih dahulu, baru kemudian menjaga pertumbuhan ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Anggi Oktarinda
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
2 jam yang lalu
Harga Kopi Makin Pahit Lagi
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
15 menit yang lalu
Seberapa Besar Pengaruh BI Rate Terhadap Pertumbuhan Ekonomi?
46 menit yang lalu