Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perindustrian M.S. Hidayat memperkirakan hasil perhitungan post audit (setelah diaudit) nilai kompensasi pembayaran pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) paling tidak terdapat selisih US$5 juta dari angka yang sudah disepakati bersama untuk diaudit, yakni US$556 juta.
Dengan begitu, pihaknya optimis penyelesaian dapat dilakukan tanpa perlu melalui arbitrase.
Hidayat yang juga Ketua Tim Perunding pengakhiran Inalum menjelaskan, dalam perundingan yang dilakukan dengan pihak Nippon Asahan Aluminium (NAA) Jepang kemarin, ada beberapa hal yang disepakati. Pertama, pengambilalihan akan menggunakan mekanisme transfer saham atau kembali dengan kesepakatan sebelumnya. Kemudian, harga profesional atau harga sementara yang disepakati adalah US$556 juta.
Lalu, angka US$556 juta tersebut harus diikuti dengan post audit untuk menentukan harga final. Adapun bila nantinya hasil post audit menunjukkan angka selisih lebih dari US$20 juta (melewati US$576 juta atau di bawah US$536 juta), nilai selisih akan tetap dibawa ke arbitrase.
“Tapi kalau selisihnya masih dalam range US$20 juta, langsung bayar. Kami berdua sudah feeling, kalau ada selisihnya pun kira-kira US$5 juta (US$5 juta di atas US$556 juta atau US$5 juta di bawah US$556 juta), jadi bisa langsung bisa bayar saat itu juga. Tapi ini kan perjanjian, tidak bisa kita katakan jumlahnya segini, harus diaudit,” kata Hidayat ditemui di kantor Kemenperin hari ini, Rabu (13/11/2013).
Di sisi lain, Hidayat optimis, termination agreement (pengakhiran perjanjian) bisa ditandatangani pekan depan. Adapun saat ini, tim perunding dari NAA sedang melaporkan hasilnya kepada seluruh shareholder di sana. Begitu juga dengan tim perunding Indonesia yang sudah melaporkan kepada menteri terkait.
“Setelah saya periksa tadi tidak ada masalah, saya minta termination agreement draft-nya disusun. Tim di sana juga kemungkinan setuju karena tim perundingnya sudah positif, hanya saja harus melapor,” jelasnya.