Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah harus menambahkan smart card jika ingin menggunakan sistem radio frequency identification (RFId) untuk mengendalikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Ali Mundakir, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan sistem RFId yang dikerjakan pihaknya melalui PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) dirancang untuk memonitor konsumsi. Untuk itu, diperlukan teknologi berupa smart card, agar sistem RFId bisa digunakan untuk mengendalikan konsumsi.
“Smart card ini akan diberikan kepada masyarakat yang berhak dan memiliki batas deposit yang hanya bisa di isi ulang di bulan berikutnya,” katanya di Jakarta, Senin (28/10/2013).
Ali menuturkan Pertamina terus berupaya mempercepat penerapan RFId agar bisa digunakan tepat waktu. Perseroan memang menargetkan sistem RFId dapat digunakan dan terkoneksi secara nasional pada Juli 2014.
Bahkan, saat ini Pertamina juga berupaya membantu PT Inti menyelesaikan persoalan pendanaan proyek itu dengan meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memeriksa kelayakan nilai kontrak proyek itu.
Hasil kajian BPKP itu nantinya bisa menjadi dasar bagi kedua badan usaha milik negara (BUMN) itu dalam merenegosiasi nilai kontrak RFId.
PT Inti juga akan mendapatkan Rp18 dari setiap liter BBM bersubsidi yang dikeluarkan di SPBU yang telah memasang RFId, sebagai keuntungan dan pengganti investasi yang telah dikeluarkan.
Secara terpisah, Andi Nugroho, juru bicara PT Inti, mengatakan tetap optimistis pengerjaan proyek RFId akan selesai sesuai jadwal yang ditetapkan Pertamina.
Perseroan saat ini sudah memasang alat itu di 7.000 kendaraan, dan membangun 95 posko registrasi di seluruh wilayah Jakarta.
Menurutnya, sejalan dengan upaya memasang RFId di kendaraan bermotor, pihaknya juga terus memperbaiki keandalan sistem itu.
“Ada 200 lebih protokol komunikasi pada mesin dispenser BBM di Jakarta. Tentu kami memerlukan waktu agar bisa mempertahankan kestabilan sistem pada seluruh jenis dispenser BBM itu,” jelasnya. (ra)