Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Furnitur Targetkan Ekspor US$5 Miliar Pada 2018

Pelaku industri furnitur dan kerajinan menargetkan ekspor mencapai US$5 miliar pada 2018 dengan target pertumbuhan rerata 25% per tahun.
Pekerja menuntaskan furnitur pesanan ekspor/Jibi
Pekerja menuntaskan furnitur pesanan ekspor/Jibi

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri furnitur dan kerajinan menargetkan ekspor mencapai US$5 miliar pada 2018 dengan target pertumbuhan rerata 25% per tahun.

Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Soenoto mengatakan Indonesia seharusnya mampu menjadi pemimpin industri mebel dan kerajinan di kawasan regional Asean mengingat ketersediaan bahan baku dan sumber daya manusia yang melimpah.

"Kami optimis dalam 5 tahun ke depan nilai ekspor bisa tercapai dan furnitur menjadi penghasil devisa negara yang dapat diandalkan," katanya di Jakarta, Sabtu (19/10/2013).

Abdul Sobur, Sekjen AMKRI, menjelaskan industri furnitur beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, terutama pertumbuhan ekspor furnitur yang mencapai 80% pada 2012.

Pertumbuhan itu didukung oleh regulasi pemerintah yang menutup ekspor rotan mentah. Selain itu juga didukung oleh pertumbuhan usia muda yang menikah baik di dalam negeri maupun di luar seperti Amerika dan Eropa.

"Bahkan emerging market seperti China dan Rusia juga membutuhkan furnitur, tapi China adalah negara produsen, tidak gampang masuk pasar mereka," ujarnya.

Berdasarkan data Centre for Industrial Studies (CSIL), perdagangan furnitur dunia tahun ini mencapai US$122 miliar, naik dibandingkan tahun lalu yakni US$112 miliar, dan Indonesia pun berkontribusi hanya 2%.

Adapun negara utama tujuan ekspor furnitur Indonesia adalah Amerika Serikat, Perancis, Jepang, Inggris, dan Belanda. Peningkatan ekspor pada 2009 yakni US$1,37 miliar, pada 2010 US$1,16 miliar, pada 2011 US$1,38 miliar, pada 2012 mencapai US$1,8 miliar, dan tahun ini diperkirakan hampir US$2 miliar.

Menurut AMKRI, untuk mencapai target pertumbuhan dan nilai ekspor, pemerintah harus memberi kemudahan dalam pengiriman barang, pengamanan rotan antar pulau yang terindikasi illegal trade hingga 35%, dan perbaikkan infrastruktur di daerah-daerah yang masih menyulitkan pengangkutan barang.

Indonesia sebagai negara tropis ke 3 setelah Brazil dan Zaire seharusnya mudah memperoleh bahan baku kayu dan rotan. Namun, kenyataanya Indonesia masih impor kayu dari Amerika  dan Selandia Baru hingga 35%, serta bahan pendukung lainnya seperti kunci dan engsel.

"Industri supporting kita memang masih lemah, tapi kandungan impor 30% masih lebih bagus lah dibandingkan industri tekstil," kata Sobur.

Sobur menjelaskan penanaman kayu di Indonesia sebenarnya tumbuh, hanya saja sekitar 99% yang ditanam adalah kayu untuk pulp. Sedangkan untuk kayu perkakas atau furnitur belum memiliki regulasi dari pemerintah.

"Penanaman kayu keras dari pemeritah ini tidak ada, hanya dari asosiasi kami yang menanam mahoni seluas 500 hektare di Kalimantan. Seharusnya untuk kebutuhan kami idealnya 10.000 ha," katanya.

Ketersediaan rotan di Indonesia yakni sekitar 125.000 ton/tahun untuk rotan basah, dan rotan kering 70.000 ton/tahun yang banyak ditemukan di Sulawesi dan Kalimantan.  "Ketersediaan rotan masih aman, tapi kayu ini yang rawan," imbuh Sobur.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Peni Widarti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper