Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah harus membuat kebijakan terpadu terkait dengan pemberian insentif yang fair kepada kontraktor kontrak kerja sama yang mengelola blok minyak dan gas bumi di dalam negeri.
Darmawan Prasodjo, Presiden Komisioner Ametis Energi Nusantara, mengatakan selama ini kebijakan insentif hulu migas belum terkoordinasi dengan baik. Akibatnya, banyak proyek terhenti karena persoalan insentif yang belum dapat diberikan pemerintah.
“Pemerintah harus fair [dalam memberikan insentif], kecuali seluruh kegiatan industri migas didanai APBN. Kalau mau mengundang investor untuk kemakmuran rakyat, harus ada fairness,” ujarnya, Kamis (3/10).
Darmawan menuturkan dari 128 cekungan migas yang ada di dalam negeri, baru 38 cekungan yang dieksplorasi, sedangkan 90 cekungan belum tersentuh. Untuk itu, pemerintah harus mau memberikan insentif kepada perusahaan yang mau melakukan eksplorasi di wilayah baru.
Menurutnya, insentif yang diberikan pun harus sesuai dengan karakteristik blok migas yang akan digarap. Selain itu, pemerintah juga harus memperhitungkan kemampuan dan keekonomian sebuah proyek dalam memberikan insentif.
“Kalau tingkat pengembalian modal sebuah blok sudah terkalibrasi dengan baik, jangan sampai diberikan insentif lagi seperti saat perusahaan itu pertama kali melakukan eksplorasi,” jelasnya.
Dia juga menilai pemerintah harus memperbaiki kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) blok yang sudah berproduksi. Dengan begitu, pemerintah dapat memaksimalkan penerimaan dari sektor hulu migas.
Indonesia Petroleum Association sebelumnya meminta pemerintah mengkaji kembali penghitungan PBB untuk KKKS yang melakukan eksplorasi offshore. PBB yang ditagihkan kepada KKKS selama ini seringkali lebih besar dibandingkan dengan dana investasi yang disiapkan untuk kegiatan mencari cadangan migas itu.
Pada akhir Juni 2013, IPA mencatat Direktorat Jenderal Pajak menagihkan PBB dengan nilai mencapai Rp2,6 triliun kepada 15 KKKS yang mengeksplorasi 20 blok migas. Jumlah tersebut ditagihkan untuk PBB pada periode 2012-2013.
Lukman Mahfoedz, President IPA, mengatakan setidaknya setiap KKKS harus membayar Rp40 miliar hingga Rp190 miliar untuk PBB blok yang dikelolanya. Padahal, perusahaan belum tentu berhasil menemukan cadangan migas yang ekonomis untuk dikelola dalam kegiatan eksplorasi itu.
Pada periode 2009-2012 saja ada 12 KKKS yang kehilangan US$2 miliar, karena tidak menemukan cadangan migas yang ekonomis saat melakukan eksplorasi. Reserve replacement ratio migas nasional pada 2012 sendiri hanya 52% dari yang diangkat oleh KKKS, dan realisasi pengeboran tahun lalu hanya 50% dari rencana kerja yang telah disepakati.
Pengenaan PBB sektor migas diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-11/PJ/2012 tentang Tata Cara Pengenaan PBB, dan surat edaran Dirjen Pajak No. SE-21/PJ/2012. Dasar pengenaan PBB sektor migas adalah NJOP yang merupakan penjumlahan dari NJOP bumi dan NJOP bangunan.
Untuk areal offshore dan tubuh bumi eksplorasi, adalah nilai bumi per meter dengan mempertimbangkan rata-rata nilai bumi di wilayah daratan terdekat.
Insentif Pengelolaan Blok Migas, Pemerintah Harus Fair pada KKKS
Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah harus membuat kebijakan terpadu terkait dengan pemberian insentif yang fair kepada kontraktor kontrak kerja sama yang mengelola blok minyak dan gas bumi di dalam negeri.Darmawan Prasodjo, Presiden Komisioner Ametis Energi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Lili Sunardi
Editor : Bambang Supriyanto
Topik
Konten Premium