Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan menyatakan bilateral currency swap dengan Korea Selatan masih dalam tahap penjajakan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan hingga kini belum ada penandatanganan kesepakatan bilateral swap dengan Korsel.
“Itu (penandatanganan kesepakatan) belum. Kita itu masih menjajaki dengan Korea,” katanya, Jumat (27/9/2013).
Keterangan Bambang itu menanggapi pernyataan pemerintah Korea Selatan yang menyebutkan tidak ada diskusi antara kedua negara mengenai perjanjian bilateral currency agreement, termasuk soal besaran maupun persyaratan.
Pernyataan itu disampaikan oleh Menteri Strategi dan Keuangan serta Bank Korea dalam joint statement, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (26/9/2013).
Sebelumnya, Menteri Perindustrian M.S. Hidayat awal pekan ini mengatakan Indonesia segera menandatangani perjanjian bilateral currency swap dengan 3 negara dan satu lembaga internasional senilai hampir US$40 miliar.
Tiga negara itu meliputi China, Jepang dan Korea Selatan. Menperin menyebutkan kesepakatan currency swap dengan China mencakup Rp15 miliar, sedangkan selebihnya Korea Selatan, Jepang dan satu lembaga internasional yang dia tidak berani sebutkan namanya.
“Itu [perjanjian dengan China] mungkin ditandatangani pada waktu Presiden China ke sini tanggal 2 dan 3 Oktober,” kata Hidayat, Selasa (24/9/2013)
Sementara itu, bilateral currency swap dengan Jepang di luar perpanjangan kesepakatan yang diteken akhir Agustus senilai US$12 miliar. Adapun dengan Korsel merupakan perjanjian baru.
“Kalau yang dengan Korsel agak besar,” ujar Hidayat tanpa menyebut angka.
Bilateral currency swap adalah mekanisme cadangan devisa antara 2 negara untuk mengantisipasi depresiasi mata uang ketika terjadi krisis keuangan di negara yang terlibat dalam kesepakatan.