Bisnis.com, JAKARTA—Perusahaan induk BUMN pupuk PT Pupuk Sriwidjaja Palembang meminta agar pemerintah, BPK, dan BUMN menyamakan persepsi tentang perhitungan klaim penggunaan dana subsidi untuk meminimalisasi kelebihan klaim atau dugaan mark-up yang selama ini terjadi.
Direktur Utama Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Musthofa menuturkan pihaknya pasrah dengan keputusan pemerintah dan mempersilakan tim audit untuk menghitung ulang dana subsidi atau public service obligation (PSO) setiap tahun, jika mereka memang benar melakukan penggelembungan klaim.
“Setiap akhir tahun kami pasti diaudit. Dan kami belum bisa klaim subsidi itu kepada pemerintah agar membayar subsidi sebelum audit dai Badan Pemeriksa Keuangan selesai,” katanya kepada Bisnis di Jakarta, Kamis (26/9/2013).
Pusri merupakan salah satu BUMN yang menyalurkan subsidi bersama BUMN lain, seperti PT Pupuk Kaltim, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Pertamina, Perum Bulog, PT Kereta Api Indonesia, dan PT Pelayaran Nasional Indonesia.
Awal pekan ini, BPK mengumumkan 10 BUMN penyalur subsidi yang diduga coba-coba melakukan mark-up subsidi 2009-2012 hingga mencapai Rp15,45 triliun. Untuk tahun lalu saja, kelebihan klaim subsidi yang dikoreksi BPK Rp9,03 triliun, yang Rp6,78 triliun di antaranya berasal dari PLN.
PLN sendiri, meski mengakui adanya koreksi sebesar itu, membantah sengaja melakukan mark-up. Manajemen PLN mengklaim yang terjadi adalah perbedaan interpretasi, karena PLN menyajikan perhitungan klaim subsidi itu ke dalam laporan keuangan yang sesuai standar akuntansi IAI.
Dalam catatan Bisnis, semua BUMN penyalur subsidi juga menyajikan perhitungan klaim subsidi itu ke dalam laporan keuangan yang sesuai IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), termasuk Pertamina yang menyalurkan subsidi 3 kali lipat lebih besar dari PLN tetapi hanya’dikoreksi Rp7,78 triliun.
Menurut Musthofa, kelebihan klaim itu terjadi karena ada sejumlah pos biaya yang kemungkinan terlewatkan. Artinya, ada pos yang seharusnya tidak masuk dalam paket subsidi PSO, tetapi malah dimasukkan.
Dia mencontohkan tahun lalu ada pos biaya yang disebut allowable atau boleh diklaim dan yang tidak boleh diklaim (nonallowable). Contoh pos biaya yang nonallowable itu adalah biaya perawatan perumahan dinas. Hal itu hanya boleh diklaim untuk karyawan yang bergerak di divisi produksi.
Berdasarkan data audit BPK, Pupuk Sriwidjaja menjadi penyalur subsidi sebesar Rp1,59 triliun pada tahun lalu, tetapi dikoreksi karena kelebihan Rp270 miliar. Musthofa menambahkan pihaknya mendapat koreksi dana subsidi sekitar Rp1,4 triliun pada kurun waktu 2007-2012. (ra)