Bisnis.com, JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Pertamina (Persero) menunggu payung hukum untuk hedging atau lindung nilai akibat fluktuasi nilai tukar.
Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan saat ini tim teknis keuangan perseroan telah mengkaji lindung nilai tersebut.
"Sebentar lagi peraturan menteri BUMN dan payung hukum gubernur BI akan terbit, begitu terbit akan bisa dilakukan," katanya Kamis (19/9/2013).
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan setelah terdapat payung hukum tersebut, badan usaha milik negara terutama Pertamina dan PLN akan paralel membuat standar operasional (SOP) internal tiap instansi untuk menentukan kondisi keuangan masing-masing.
"Permen sedang disiapkan Pak Dahlan, selain itu juga sedang meminta konsultasi ke BPK dan BPKP," katanya.
Kebutuhan mata uang asing Pertamina diakuinya di bawah US$100 juta per hari. Nilai ini menurun dari biasanya US$150 juta per hari. Upaya pengurangan valuta asing (valas) perusahaan minyak pelat merah itu didukung penggunaan biofuel 10% dan mengurangi stok nasional dari 22 hari menjadi 17 hari.
PLN juga mengakui bahsa saat ini kebutuhan valas mereka hanya sekitar 1/6 hingga 1/8 dari kebutuhan Pertamina. Artinya, valas yang dipakai oleh badan usaha milik negara itu sekitar US$20 juta per hari.
Nur mengatakan pihaknya akan menanggung risiko dari kebijakan lindung nilai tersebut. Dia menambahkan, aturan yang membolehkan hedging dibuat agara apapun yang terjadi risikonya, tetap dianggap skup bisnis yang normal.