Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Royalti Rugikan Tambang Batu Bara kelas Menengah dan Kecil

Bisnis.com, JAKARTA – Kenaikan royalti batu bara pada 2014 akan merugikan pengusaha batu bara menengah dan kecil, karena pasar mereka kalah bersaing dengan perusahaan besar.

Bisnis.com, JAKARTA – Kenaikan royalti batu bara pada 2014 akan merugikan pengusaha batu bara menengah dan kecil, karena pasar mereka kalah bersaing dengan perusahaan besar.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi dan Batu bara Indonesia (Aspebindo) Ekawahyu Kasih mengatakan untuk saat ini menyamakan royalti antara pemegang IUP dengan pemegang perjanjian karya pengusaha pertambangan batu bara (PKP2B) sama dengan membatasi ruang gerak pengusaha.

“Sebagian besar anggota Aspebindo memasok dalam negeri, tetapi jika kenaikan royalti dinaikkan, akan banyak kesusahan bagi kami,” ujarnya Rabu (18/9/2013).

Anggota Aspebindo sebagian besar adalah pemegang IUP berproduksi sedikit dan menggali batu bara kadar rendah. Jika royalti dinaikkan, maka pasokan dalam negeri juga disinyalir akan terancam. Hal ini karena belum ada penyerapan akibat pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) belum maksimal. 

Kesulitan yang dialami oleh pengusaha kelas menengah ke bawah lain adalah pasar China dan India yang stagnan saat ini. Sebelum royalti naik, akibat harga batu bara acuan sangat rendah saat ini pengusaha anggota Aspebindo mengalami penurunan penghasilan. Hal ini juga berpengaruh pada perusahaan jasa pertambangan yang bekerja sama dengan mereka. 

“Akibat kondisi harga saat ini sudah banyak yang tersendat-sendat, apalagi jika nanti ada royalti,” katanya.

Ekawahyu menambahkan pemegang IUP dan PKP2B seharusnya tidak disamakan. PKP2B merupakan tambang batu bara generasi pertama dan kedua yang berskala besar dalam hal modal dan konsumen. Oleh karena itu, keuntungan dari dua jenis penambang tersebut berbeda. Harga dan profit yang dihasilkan penambang IUP lebih sedikit. Dari segi kelayakan ekonomi, jika royalti diterapkan maka yang bertahan hanya perusahaan besar. 

Dia menuturkan jika royalti diputuskan untuk dinaikkan, akan lebih adil penerapannya secara progresif. Misalnya, untuk yang memproduksi di bawah 500.000 metrik ton sebaiknya tidak dikenakan royalti. Jika terdapat perusahaan yang berproduksi lebih dari 500.000 metrik ton dapat diterapkan royalti sesuai dengan profit yang mereka peroleh. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Inda Marlina
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper